Jambi (ANTARA) - Tren kembali ke alam sepertinya bisa menjadi semakin banyak diterapkan masyarakat pada kehidupan sehari-hari. Penggunaan bahan plastik yang ternyata banyak memberi dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan, sepertinya kini mulai ditinggalkan, seperti halnya sedotan plastik, piring plastik, gelas plastik.
Padalnya, peralatan berbahan dasar plastik butuh waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk terurai secara alami. Sebut saja wadah makanan seperti styrofoam mengandung zat stirena yang dapat mengkontaminasi makanan sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan.
Bagi masyarakat Desa Sinar Wajo Kabupaten Tanjungjabung Timur, Propinsi Jambi, fenomena kembali ke alam tersebut terlihat nyata. Kini warga ramai memproduksi piring yang terbuat dari bahan pelepah pinang.
Pelepah pinang yang sebelumnya menjadi bahan terabaikan dan tidak berguna, belakangan pelepah itu bisa diolah untuk dimanfaatkan sebagai wadah makanan, pengganti pengganti bahan plastik sekali pakai. "Kini kami siap untuk memproduksi dan memasarkannya," kata Sukardi warga Desa Sinar Wajo.
Sukardi menyampaikan bahwa saat ini warga tidak hanya memanen buah pinang seperti yang sudah dilakukan bertahun-tahun, tetapi ada hal yang lebih besar yaitu memungut pelapah pinang.
Mereka mengambil satu persatu pelepah ini dan kemudian memisahkannya dengan tangkai daun. Setelah terkumpul pelepah cukup banyak yang kemudian dijemur satu persatu.
Sukardi mengatakan, semua itu atas dukungan Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, LPPM Universitas Jambi dan Rumah Jambee, pelepah pinang ini diolah menjadi piring dan bisa bernilai tinggi, mesin pembuat pelepah pinang ini sudah diserahkan pihak Rektor Unja diwakili Ketua LPPM Unja Ade Octavia kepada Bupati Tanjabtim Romi Hariyanto untuk diteruskan ke Kelompok Usaha Perhutanan Sosial di Sinar Wajo dan Sungai Beras.
Di masing-masing desa, alat ini ditempatkan di rumah produksi yang di bangun secara swadaya oleh kedua kelompok usaha perhutanan sosial tersebut.
Ke rumah produksi ini Sukardi membawa pelepah pinang yang sudah kering dan siap untuk dijadikan piring. Ditaruhnya pelepah di tempat yang sudah ditentukan dalam mesin pres dan kemudian mengoperasikan alat pres dan tidak sampai satu menit, piring yang diinginkan sudah terbentuk dan selanjutnya merapikan pinggiran dan piring pun sudah jadi.
Sukardi takjub memandangi piring yang baru saja dihasilkannya. Piring kemudian dibolak-balik, seolah mengagumi produk yang baru dihasilkannya. Selanjutnya kembali memasukkan pelepah dan menekan tuas untuk mencetak piring dan akhirnya dalam waktu satu jam mampu memproduksi 50 piring pelepah pinang.
Aktivitas inilah yang kini menjadi harapan baru bagi KUPS Lojo Kleppaa. Sinar Wajo dan KUPS Mitra Madani Sungai Beras, Mendahara Ulu Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Di tengah upaya warga desa untuk memulihkan ekonomi mereka pasca hantaman pandemi covid yang membuat harga produksi perkebunan berjatuhan, termasuk pinang.
"Harga pinang tidak stabil, kami cukup kesulitan untuk mencari harga yang baik, kami harus mencari peluang baru untungnya ada mesin pengolah pelepah ini sehingga ada nilai tambahnya lagi dari menanam pinang," kata Sukardi.
Pelepah pinang merupakan potensi yang belum banyak diketahui para petani pinang di Provinsi Jambi. Padahal dengan luas kebun 20.694 Ha lahan perkebunan pinang berdasarkan data BPS 2018 membuat ketersediaan bahan baku untuk membuat piring tersebut sangat berlimpah.
Ramah lingkungan
Piring pelepah pinang dapat menjadi alternatif piring yang ramah lingkungan dan menjadi pengganti plastik dan streofoam sebagai alas dan wadah makanan.
Rudi Nata, CEO Rumah Jambee mengatakan bahwa, pelepah pinang asal daerah Betara yang merupakan jenis pinang yang tumbuh di Tanjabtim, merupakan bahan baku yang sangat bagus untuk dijadikan piring.
"Pinang Betara yang memiliki karakteristik daun yang besar dan pelepah yang lebar merupakan bahan baku yang bagus untuk pembuatan piring ini, apalagi kadang pelepahnya itu memiliki motif abstrak yang natural sehingga menambah keindahan dari piring tersebut," kata Rudi.
Tentu dengan potensi yang dimilikinya, kedua desa yakin memproduksi piring-piring ramah lingkungan ini, diharapkan menjadi sumber ekonomi baru bagi masyarakat Desa Sinar Wajo. Apalagi dengan dukungan pemerintah kabupaten yang juga menjadi penyemangat masyarakat dalam memproduksi piring dari pelepah pinang tersebut kata Kepala Desa Sinar Wajo, Ratnawati.
Ratna juga mengharapkan bahwa pendampingan KKI Warsi dan Universitas Jambi dapat terus dilanjutkan dan menjadi pemantik masyarakat agar lebih semangat dalam mengelola potensi di desa tersebut.
Masyarakat yang dulu tidak pernah berpikiran bahwa pelepah pinang yang kami anggap sebagai limbah ini dapat menghasilkan, kini sangat antusias dalam mengelolanya.
Pengelolaan pelepah pinang ini, merupakan dukungan atas upaya masyarakat yang sudah menjaga hutan desa mereka. Dari setiap daerah yang mengelola hutan dengan baik, kita upayakan untuk mendukung perekonomian desa dengan melihat potensi pelepah pinang, kata Koordinator Program KKI Warsi, Ade Candra.
Dukungan ini sangat penting, karena sumber ekonomi warga menjadi indikator untuk peningkatan dukungan pada pengelolaan hutan berkelanjutan. Sebagaimana kita ketahui, kedua desa ini merupakan kelompok masyarakat yang mengelola hutan desa di lanskap Hutan Lindung Gambut (HLG) Sungai Buluh merupakan satu-satunya hutan lindung gambut yang masih utuh, di Provinsi Jambi.
Masyarakat desa cukup mampu menghadang kebakaran hutan di hutan desa ini dan dari sinilah kami terus mendorong masyarakat untuk meningkatkan ekonomi mereka dan di sisi lain juga mempertahankan dan menjaga hutan desa mereka.
Untuk itulah kerja sama untuk mewujudkan ini gencar dilakukan. Warsi sebagai pendamping masyarakat yang mengelola perhutanan sosial dan Unja sebagai penyedia mesin serta Rumah Jambee yang akan melakukan pengembangan pemasaran, bersinergi untuk membantu petani pinang.
Sementara itu Ketua KUPS Lojo Klepa, Abdul Rahman mengatakan bahwa dengan dibantunya pemasaran oleh Rumah Jambee, masyarakat bisa fokus pada produksi piring tersebut karena sudah ada yang memasarkan dan kami harus memberikan produk dengan kualitas yang baik serta standar yang diberikan oleh Rumah Jambee. Ini kerja sama yang sangat bagus, kami hanya harus fokus kepada produksinya saja.
Masyarakat kedua desa bisa sedikit lega bahwa ditengah pandemi ini masih memiliki sumber ekonomi lain melalui kebun pinang mereka.
Upaya pengelolaan serta memaksimalkan potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) pelepah pinang ini juga merupakan suatu upaya untuk mendorong masyarakat dalam perlindungan Hutan Desa yang mereka miliki.
Dengan adanya alternatif ekonomi baru ini, masyarakat diharapkan dapat semakin antusias untuk menjaga Hutan Desa-nya serta merasakan dampak ekonomi dari adanya izin Perhutanan Sosial yang mereka dapatkan, apalagi di tengah pandemi COVID-19 yang belum mereda.