Jakarta (ANTARA) - Pengamat militer dari Universitas Suryadarma Alman Helvas Ali mengatakan penurunan alokasi anggaran pertahanan dalam RAPBN 2022 dibandingkan tahun sebelumnya bisa memengaruhi target pemenuhan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Dalam kondisi saat ini memang sangat sulit untuk mengharapkan MEF bisa tercapai 100 persen pada Desember 2024. Hingga Desember 2020, capaian program MEF diketahui baru 62,31 persen.
Selain itu, turunnya alokasi anggaran tersebut juga akan menambah beban Pemerintah berikutnya, terutama dalam melaksanakan program setelah MEF yaitu Essential Force (EF).
"Ya mau tidak mau itu risiko bernegara, karena setelah 2024 ada kelanjutannya," ujar Alman yang juga konsultan defense industry and market pada PT Semar Sentinel tersebut.
Kendati adanya penurunan anggaran pertahanan pada RAPBN 2022, ia memahami hal itu terjadi lantaran kondisi pandemi COVID-19. Oleh sebab itu, presiden selanjutnya memiliki tanggung jawab untuk hal tersebut.
Penurunan anggaran juga menandakan tidak ada keistimewaan dari Kementerian Pertahanan (Kemhan), meskipun alokasi anggarannya lebih banyak dibandingkan kementerian atau lembaga negara lainnya.
"APBN 2021 untuk anggaran Kemhan sebesar Rp137 triliun dan rencananya turun menjadi Rp133,9 triliun pada RAPBN 2022, maka tidak ada keistimewaan di kementerian itu," ujarnya.
Meskipun demikian, Alman menyarankan Kemhan segera memanfaatkan alokasi pinjaman luar negeri yang sudah disetujui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk belanja alutsista hingga 2022.
Selain itu, Kemhan juga disarankan secepatnya merumuskan alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) mana saja yang menjadi prioritas. Alasannya, keterbatasan anggaran membuat semua alutsista yang telah direncanakan tidak bisa dibeli.
Baca juga: Peneliti: Pengadaan alutsista butuh perencanaan jangka panjang
Baca juga: Indonesia harus tingkatkan anggaran untuk sektor pertahanan maritim