Jambi (ANTARA) - Kepala Laboratorium Sosial dan Suku Anak Dalam (SAD) Universitas Jambi Idris Sardi optimistis program pengembangan pendidikan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba melalui Forum Komunikasi Pemberdayaan SAD (FKPSAD) bisa lebih optimal melalui kolaborasi dan sinergitas.
"Saya kira dukungan untuk pendidikan SAD, khususnya anak-anak usia sekolah sudah mulai tergarap dan kolaborasi berbagai pihak sudah menunjukkan hasil, tentunya melalui Forum Komunikasi Pemberdayaan SAD sektor pendidikan ini akan lebih optimal dan berkelanjutan," kata Idris Sardi Kepala Laboratorium pada Laboratorium Sosial dan Suku Anak Dalam (SAD) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Unja yang juga pendamping kedua mahasiswa SAD itu di Jambi, Rabu.
Berbagai pihak, stakeholder baik pemerintahan, lembaga pemberdayaan masyarakat, lembaga pendidikan, dunia usaha dan pihak lainnya sudah masuk dan saling mendukung melalui forum itu.
Tak hanya hadir menembus dan memberikan pelajaran di kantong-katong tempat tinggal SAD, namun juga memfasilitasi mereka melalui kesempatan belajar formal bahkan hingga perguruan tinggi.
Melalui forum ini kami menyusun dan mensinergikan program, sehingga bisa lebih efektif dalam menangani pendidikan SAD.
Terkait fasilitasi pendidikan bagi warga SAD, sosok tiga mahasiswa putra asli SAD yang mendapat kesempatan menjadi mahasiswa menjadi salah satunya. Selain itu juga ada pemuda SAD yang menjadi anggota Polri dan TNI.
Dua putra Suku Anak Dalam (SAD) yang berkuliah di kampus Universitas Jambi (Unja), Bejujung dan Besiar, sudah kini menjalani kuliah tatap muka atau kuliah "off line" langsung di kampus "Pinang Masak" di Unja Mendalo Kabupaten Muaro Jambi.
"Keduanya sudah mulai kuliah tatap muka. Pertama kali sejak mereka menjadi mahasiswa Unja, karena pandemi COVID-19 mereka terpaksa menjalani perkuliahan online seperti yang lainnya," kata
Kedua mahasiswa tersebut berkuliah di program D3 Prodi Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian (Faperta) Unja. Mereka cukup antusias mengikuti program perkuliahan off line di kampusnya itu.
Sebelumnya, kedua putra SAD tersebut bersekolah di SMA di Yogyakarta melalui bea siswa pendidikan dari CSR perusahaan perkebunan dan dukungan Forum Komunikasi Pemberdayaan Suku Anak Dalam (FKPSAD).
Berbagai program dan pelatihan juga sudah didapatkan oleh keduanya, salah satunya pelatihan pengemasan tanaman obat bersama mentor pengembangan UMKM dan usaha kreatif Dede Martino.
"Keduanya diharapkan bisa menjadi leader, dan dengan ilmu yang dipelajarinya bisa bermanfaat untuk peningkatan kesejahteraan SAD," kata Indris Sardi.
Forum tersebut, kata Idris terdiri dari berbagai stakholder dan elemen, semuanya bergabung untuk mendorong berbagai program bagi SAD sehingga lebih terpadu, terprogram dan berkesinambungan.
"Unja juga masuk dan bergabung dengan forum itu, dan kami mendirikan Laboratorium Sosial dan Suku Anak Dalam. Program ini disinergikan dengan program Laboratorium Desa Terpadu (LDT) dari Unja," kata Idris.
Menurut dia, Forum Komunikasi Pemberdayaan Suku Anak Dalam perlu didukung semua elemen dan pihak, karena ke depanya melalui pendampingan dan program pemberdayaan yang lebih terkoordinasikan dan terprogram, diharapkan penanganan SAD diharapkan bisa lebih efektif.
"Kuncinya semua mendukung dan saling isi dalam program untuk SAD. Hasilnya sudah mulai nampak, kepedulian dan aksi nyata untuk SAD sudah banyak dilaksanakan dengan baik. Itu harus dipertahankan dan ditingkatkan lagi," kata Idris.
Idris yang juga pengurus di Yayasan Prakarsa Madani yang tergabung di FKPSAD itu juga menyebutkan di bidang pendidikan terus dilakukan pendampingan. Bahkan fasilitasi bea siswa melalui CSR bagi anak-anak SAD sangat terbuka.
"Diharapkan anak-anak dan generasi muda SAD ke depannya bisa aktif dan langsung menjadi bagian pelaku dari perubahan dan peningkatan kesejahteraan SAD. Jadi mereka sendiri yang aktif dan menjadi leader di komunitasnya. Diharapkan lebih banyak lagi anak-anak SAD bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi," katanya.