New York (ANTARA) - Harga minyak merosot sekitar dua persen pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), karena kenaikan persediaan bensin dan sulingan AS serta kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di seluruh dunia mengimbangi kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang pasokan minyak mentah yang lebih ketat.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Agustus terpangkas 1,98 dolar AS atau 1,8 persen, menjadi ditutup pada 109,78 dolar AS per barel.
Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan persediaan minyak mentah AS turun pekan lalu bahkan ketika produksi mencapai level tertinggi sejak April 2020 selama gelombang pertama pandemi virus corona. Stok bahan bakar naik karena kilang meningkatkan aktivitas, beroperasi pada 95 persen dari kapasitas, tertinggi untuk tahun ini dalam empat tahun.
"Laporan EIA meredam pasar. Kenaikan persediaan bensin dan sulingan sedikit mengurangi tekanan dan kenaikan produksi AS juga menjadi faktor penurunan harga," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.
Baca juga: IATMI: Industri migas harus siasati tantangan peningkatan produksi
Kenaikan persediaan yang mengejutkan itu menyebabkan bensin dan sulingan berjangka AS turun masing-masing sekitar 3,0 persen dan 4,0 persen. Pedagang mengatakan minyak mentah berjangka mengikuti harga bahan bakar yang lebih rendah.
Juga memberi tekanan pada minyak adalah kenaikan dolar AS terhadap sekeranjang mata uang lainnya ke level tertinggi sejak mencapai level tertinggi 19 tahun pada pertengahan Juni. Dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
Brent dan WTI naik sekitar 7,0 persen selama tiga sesi sebelumnya di tengah kekhawatiran tentang ketatnya pasokan, sebagian karena sanksi Barat terhadap Rusia.
"Mengingat bahwa hampir seperlima dari kapasitas produksi minyak global saat ini berada di bawah beberapa bentuk sanksi (Iran, Venezuela, Rusia), kami percaya tidak ada cara praktis untuk menjaga barel ini keluar dari pasar yang sudah sangat ketat," JP Morgan mengatakan dalam sebuah catatan penelitian.
Tetapi investor juga khawatir bahwa ekonomi yang melambat dapat mengurangi permintaan energi karena bank sentral menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi.
Baca juga: Industri hulu migas harus adaptif hadapi tantangan global
Federal Reserve AS tidak akan membiarkan ekonomi tergelincir ke "rezim inflasi yang lebih tinggi" sekalipun itu berarti menaikkan suku bunga ke tingkat yang menempatkan pertumbuhan dalam risiko, kata Ketua Fed Jerome Powell.
Ketidakpastian di pasar minyak dan gas global dapat bertahan untuk beberapa waktu mendatang karena kapasitas cadangan sangat rendah sementara permintaan masih pulih, kata Kepala Eksekutif Shell PLC Ben van Beurden.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya seperti Rusia yang membentuk kelompok OPEC+, memulai serangkaian pertemuan dua hari pada Rabu (29/6/2022) dengan sumber mengatakan kemungkinan perubahan kebijakan besar tampaknya tidak mungkin terjadi bulan ini.
Analis khawatir bahwa Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) mungkin tidak memiliki kapasitas cadangan yang cukup untuk menebus pasokan Rusia yang hilang. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan minggu ini dia diberitahu bahwa produsen ini akan kesulitan untuk meningkatkan produksi lebih lanjut.
Namun, menteri energi UEA mengatakan negara itu, yang memproduksi sekitar 3 juta barel per hari, memiliki beberapa kapasitas cadangan di atas kuota OPEC sebesar 3,17 juta barel per hari.
Analis juga memperingatkan bahwa kerusuhan politik di Ekuador dan Libya dapat memperketat pasokan lebih lanjut.
Baca juga: Ribuan penduduk asli Ekuador unjuk rasa, tuntut bantuan sosial
Baca juga: Pemerintah Ekuador dan pemimpin adat berunding di tengah protes
Baca juga: Ekuador turunkan harga bensin untuk redakan protes