Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi dibuka melemah, seiring ekspektasi kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (Fed) hingga 100 basis poin (bps).
Analis Pasar Uang Ariston Tjendra kepada Antara di Jakarta, Kamis, mengatakan nilai tukar rupiah kemungkinan masih bisa melemah hari ini terhadap dolar AS setelah rilis data inflasi konsumen AS bulan Juni semalam mencetak rekor baru dalam 40 tahun.
Data inflasi konsumen AS bulan Juni 2022 dirilis lebih tinggi dari bulan sebelumnya, yakni 9,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dibanding 8,6 persen (yoy) pada Mei 2022.
"Ini bakal memvalidasi kebijakan Bank Sentral AS untuk lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuannya karena ternyata inflasi AS masih dalam tren naik," ujar Ariston.
Baca juga: Euro kembali menguat, dolar turun setelah inflasi AS melonjak
Baca juga: Harga emas naik 10,7 dolar pascarilis inflasi AS tinggi dari perkiraan
Oleh karenanya ia menuturkan ekspektasi kenaikan suku bunga acuan Fed sebesar 100 bps pada bulan Juli ini meningkat menjadi 79,7 persen, menurut Fed Watch Tools dari CME.
Dari dalam negeri, kenaikan inflasi karena kenaikan harga pangan, dinilai Ariston, menjadi kekhawatiran tersendiri yang bisa menekan rupiah.
"Inflasi tinggi bisa menurunkan daya beli masyarakat dan menekan pertumbuhan ekonomi," tambahnya.
Maka dari itu ia memperkirakan potensi pergerakan rupiah hari ini akan berada dalam rentang Rp14.980 per dolar AS hingga Rp15.030 per dolar AS.
Pada Rabu (13/7) lalu, kurs Garuda ditutup menguat 3 poin atau 0,02 persen ke posisi Rp14.992 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.995 per dolar AS.
Baca juga: IHSG melemah, terdampak rilis data inflasi AS tertinggi sejak 1981