Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19, Reisa Broto Asmoro meminta seluruh masyarakat untuk memperketat protokol kesehatannya karena kasus positif COVID-19 dunia kembali menunjukkan tren kenaikan.
Meski Reisa tidak menyebutkan secara pasti tren kenaikan kasus melalui persentase, ia mengatakan kenaikan kasus di seluruh dunia dipicu oleh hadirnya sub-varian baru Omicron, yakni XBB, yang sudah teridentifikasi sejak Agustus 2022.
Kewaspadaan melalui protokol kesehatan, juga harus lebih diperketat, karena XBB sudah masuk ke Indonesia dan menyebabkan lonjakan kasus di sejumlah negara tetangga seperti Singapura, sehingga cukup membuktikan jika COVID-19 masih menjadi ancaman bagi Indonesia.
“Kita harus ekstra hati-hati lagi. Kalau kita ingin menekan jumlah penularan XBB di Indonesia, tentunya kita harus ingat yang namanya (pengetatan) protokol kesehatannya,” katanya.
Selain menerapkan protokol kesehatan berupa 3M, yakni memakai masker, mencuci tangan dan menjauhi kerumunan ditambah dengan melengkapi dosis vaksin COVID-19, Reisa mengatakan masyarakat seharusnya sudah mampu menilai tinggi rendahnya risiko penularan di sekitar lingkungannya.
Pelonggaran kebijakan, kata dia, yang dapat mengundang banyak kerumunan di satu tempat diharapkan tidak dijadikan alasan oleh masyarakat untuk menganggap remeh COVID-19, yang berdampak pada potensi ledakan kasus positif seperti yang terjadi di banyak negara saat ini.
“Pengalaman saya juga di luar negeri, pada saat berada di sebuah konser musik semua tetap memakai masker. Jadi, saling melindungi ketika berada di tengah kerumunan. Jangan sampai lepas masker ketika kita berisiko tinggi, kita harus tetap pakai masker,” ujarnya.
Meski sudah hampir tiga tahun pandemi COVID-19 terjadi dan memberikan kekangan pada setiap gerak manusia, masyarakat sudah bisa menilai tingginya risiko penularan melalui situasi di sekelilingnya. Misalnya, berada dalam kerumunan padat yang mengharuskan semua orang untuk tidak melepas masker.
“Kalau ingin segera selesai, kita tetap harus saling bekerja sama. Kuncinya sebenarnya sama saja, mau ada varian apapun yang namanya protokol kesehatan tidak ganti dari awal sampai akhir tetap sama,” ucap Reisa yang juga duta adaptasi kebiasaan baru itu.
Reisa menambahkan meski mutasi virus merupakan hal yang wajar terjadi secara alamiah dan semakin menunjukkan kelemahan sifat, potensi penularan yang membahayakan tetap dapat terjadi sewaktu-waktu, sehingga tidak ada waktu untuk mengabaikannya.
“Harap diwaspadai kembali supaya kita tidak tertular dan menularkan pada orang lain. Mari kita perketat kembali protokol kesehatannya untuk sementara waktu ini sampai kita bisa menilai kondisinya (kembali menunjukkan tren penurunan),” ujar Reisa.