Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada triwulan II 2023 turun menjadi 396,3 miliar dolar AS dari 403,2 miliar dolar AS pada triwulan sebelumnya.
Dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan kontraksi pertumbuhan ULN disebabkan oleh penurunan pada ULN sektor swasta.
Posisi ULN swasta pada akhir triwulan II 2023 tercatat sebesar 194,4 miliar dolar AS, turun dibandingkan dengan posisi pada triwulan sebelumnya sebesar 199,7 miliar dolar AS.
Secara tahunan, ULN swasta mengalami kontraksi 5,6 persen yoy, lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 3,0 persen yoy.
Penurunan dipicu makin dalamnya kontraksi ULN lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) masing-masing sebesar 7,4 persen yoy dan 5,1 persen yoy, dari sebelumnya sebesar 3,0 persen yoy pada triwulan lalu.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor industri pengolahan; jasa keuangan dan asuransi; pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin; serta pertambangan dan penggalian, dengan pangsa mencapai 78,2 persen dari total ULN swasta.
ULN swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 75,4 persen.
Sementara itu, ULN pemerintah juga mengalami penurunan, namun tidak sedalam penurunan ULN swasta.
Posisi ULN pemerintah pada akhir triwulan II 2023 tercatat sebesar 192,5 miliar dolar AS, turun dari 194, miliar dolar AS pada triwulan I. Secara tahunan, ULN pemerintah tumbuh 2,8 persen yoy.
Penurunan posisi ULN pemerintah secara triwulanan disebabkan oleh pembayaran neto pinjaman luar negeri dan global bond yang jatuh tempo.
Sementara itu, penempatan investasi portofolio di pasar surat berharga negara (SBN) domestik meningkat seiring dengan sentimen positif pelaku pasar global yang tetap terjaga.
Sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan ULN pemerintah terus diarahkan untuk mendukung upaya pembiayaan sektor produktif dan belanja prioritas, khususnya dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Dukungan ULN tersebut mencakup antara lain sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,1 persen dari total ULN pemerintah); administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (18,0 persen); jasa pendidikan (16,8 persen); konstruksi (14,2 persen); serta jasa keuangan dan asuransi (10,1 persen).
Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8 persen dari total ULN pemerintah.
Secara keseluruhan, struktur ULN Indonesia tetap sehat dan terkendali, tercermin dari rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) yang turun menjadi 29,3 persen dari 30,1 persen.
Selain itu, sehatnya struktur ULN Indonesia juga ditunjukkan oleh dominasi ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 87,7 persen dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.