Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin mengarahkan seluruh pemangku kepentingan di ekosistem syariah nasional untuk merespons penyediaan ragam produk keuangan syariah dalam bentuk digital.
Kondisi tersebut, kata Ma'ruf harus direspons oleh regulator, pelaku industri, Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan juga para Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Menurut Ma'ruf, MUI telah memiliki perangkat metodologi penerapan fatwa (manhajul ifta’) untuk menghadapi tantangan itu.
"Dalam bidang ekonomi dan keuangan syariah, manhaj yang digunakan ialah; Al-Akhdzu bil-Ashlah Wa Mura’atu al-Khilaf, artinya mengambil yang paling maslahat dan menjaga khilaf," katanya.
Sedangkan dalam implementasinya, kata Ma'ruf, banyak menerapkan kaidah memisahkan yang halal dengan yang haram (tafriq al-halal ‘an al-haram).
"Kalau modalnya haram, hasilnya haram. Kalau modalnya dari yang halal, hasilnya halal," katanya.
Dengan manhaj dan kaidah itu pula, kata Ma'ruf, seharusnya DSN MUI mampu memberi jawaban dan memberi jalan keluar atas permasalahan yang muncul di era disrupsi ekonomi.
Ma'ruf menilai fatwa DSN MUI yang terbit belakangan ini sudah banyak merespons kebutuhan ekonomi dan keuangan digital, sehingga dapat dijadikan pedoman oleh para pelaku di industri syariah nasional.
"Masyarakat pun dapat menggunakan produk ekonomi dan keuangan secara aman, nyaman, serta sesuai prinsip syariah," katanya.
Agenda Ijtima Sanawi (Pertemuan Tahunan) Dewan Pengawas Syariah XIX/2023 yang diselenggarakan di Jakarta, mengusung tema "Meningkatkan Kolaborasi Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Era Disrupsi Ekonomi'.
Turut dihadiri dalam agenda tersebut jajaran pengurus Dewan Komisioner OJK, Ketua MUI, Badan Pelaksana Harian DSN MUI dan para anggota Dewan Pengawas Syariah.