London (ANTARA) - Sheila Bush sedang bersantai di rumahnya musim dingin lalu ketika iklan sebuah firma hukum muncul di televisi, yang meminta siapa pun untuk menghubungi mereka jika menderita kanker rahim dan pernah menggunakan pelurus rambut.
Bush mengaku telah menggunakan pelurus rambut setiap enam pekan selama hidupnya dan didiagnosis menderita kanker rahim sekitar 10 lalu.
Iklan yang dilihatnya adalah bagian dari upaya nasional oleh kalangan firma hukum untuk mendaftarkan perempuan-perempuan kulit hitam dalam gugatan terhadap belasan perusahaan kosmetik, termasuk L'Oreal dan Revlon.
Perusahaan-perusahaan itu dianggap telah menjual pelurus rambut dengan kandungan bahan kimia yang meningkatkan risiko kanker rahim, dan mereka dinilai gagal memperingatkan konsumen.
Kampanye itu diluncurkan pada Oktober tahun lalu, beberapa hari setelah sebuah penelitian oleh National Institutes of Health (NIH) AS menemukan hubungan –meski bukan hubungan sebab-akibat– antara penggunaan berkala bahan kimia pelurus rambut dan kanker rahim.
Pelurus rambut seperti Dark & Lovely dari L'Oreal dan Creme of Nature dari Revlon dipasarkan secara masif kepada wanita kulit hitam, menurut gugatan hukum itu.
Beberapa iklan dalam kampanye tersebut menayangkan wanita-wanita kulit hitam sedang mengoleskan produk itu ke rambut mereka ketika ringkasan temuan studi NIH muncul di layar.
L'Oreal dan Revlon mengeklaim bahwa produk mereka telah melalui tinjauan keselamatan yang ketat.
Menurut kedua perusahaan itu, para peneliti NIH mengatakan bahwa mereka tidak membuat kesimpulan pasti tentang penyebab kanker pada wanita kulit hitam dan penelitian lebih lanjut diperlukan.
"Kami tidak percaya bahwa sains mendukung hubungan antara pelurus rambut kimia dan kanker," kata Revlon.
L'Oreal menambahkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menjual produk terbaik "bagi semua jenis kulit dan rambut, semua gender, semua identitas, semua kultur, semua usia".
Perusahaan tersebut mengatakan pelurus rambut buatannya mengandung "warisan dan sejarah" dari para penemu dan pengusaha di kalangan orang kulit hitam.
Namaste, produsen pelurus rambut ORS Olive Oil, mengatakan semua bahan dalam produk itu disetujui penggunaannya sebagai kosmetik oleh badan pengawas AS.
"Kami tidak percaya para penggugat telah menunjukkan, atau akan mampu menunjukkan, bahwa penggunaan pelurus rambut Namaste menyebabkan cedera yang dituduhkan dalam gugatan mereka," kata seorang pengacara Namaste dan perusahaan induknya, Dabur India, kepada Reuters lewat surel.
Perusahaan-perusahaan lain menolak berkomentar atau tidak merespons permintaan untuk memberi komentar.
Lebih Dari 7.000 Gugatan
Berhasil tidaknya gugatan hukum tersebut akan tergantung pada bukti bahwa produk-produk itu berbahaya dan produsennya mengetahui, atau seharusnya mengetahui, bahaya yang ditimbulkan dan mereka tidak memperingatkan konsumen.
Namun, kasus itu menghadapi sejumlah rintangan. Selain dari terbatasnya penelitian NIH, para penggugat harus memiliki bukti transaksi pembelian sebagai bukti mereka menggunakan produk tertentu.
Ben Crump adalah kuasa hukum keluarga George Floyd, pria kulit hitam yang dibunuh seorang polisi di Minneapolis pada 2020.
Crump dan pengacara lainnya, Diandra "Fu" Debrosse Zimmerman, mengajukan gugatan pertama terhadap produsen pelurus rambut atas nama Jenny Mitchell, wanita asal Missouri, setelah studi NIH diterbitkan.
Sejak itu, lebih dari 7.000 gugatan serupa telah diajukan ke pengadilan. Kasus-kasus itu telah digabungkan di pengadilan federal Chicago sebagai bagian dari proses litigasi multi distrik (MDL).
MDL merupakan prosedur yang dirancang untuk mengelola secara lebih efisien gugatan-gugatan di yurisdiksi yang berbeda.
Meski klaim-klaim hukum dalam gugatan-gugatan tersebut tidak menuduh adanya diskriminasi rasial, Crump mengatakan bahwa kasus-kasus ini seharusnya dilihat sebagai "masalah hak sipil secara esensial".
Wanita kulit hitam diharapkan "memenuhi standar kecantikan Eropa tertentu", kata Crump dalam sebuah wawancara. Dia sering mewakili para penggugat dalam kasus-kasus diskriminasi rasial yang menjadi sorotan dan sering tampil di televisi berita.
Bush (69 tahun) bercerita bagaimana dulu dia diejek oleh anak-anak kulit putih di halaman sekolah karena tekstur rambutnya yang seperti "kapas".
"Kami merasa seolah-olah bukan bagian dari mereka, atau tidak sebaik mereka," kata Bush, yang lahir pada 1954, tahun ketika Mahkamah Agung AS menyatakan bahwa pemisahan rasial di sekolah umum adalah tindakan inkonstitusional.
Menurut Jayne Conroy, pengacara dari firma hukum yang telah mengajukan sedikitnya 550 kasus pelurus rambut, sebagian besar penggugat adalah wanita kulit berwarna.
Gugatan gabungan yang diajukan ke pengadilan menyebutkan banyak contoh iklan yang dianggap oleh para penggugat memanfaatkan diskriminasi rasial historis secara tidak pantas.
Salah satu iklan L'Oreal mengatakan "rambut hitam bisa menjadi seindah ini", tulis gugatan tersebut.
Gugatan itu menuntut ganti rugi kerusakan tanpa menyebutkan besaran.
Menggiring litigasi ke masalah hak-hak sipil bisa memberi dampak emosional kepada juri, selain argumen soal tanggung jawab produk yang lebih kompleks, kata Adam Zimmerman, profesor di Sekolah Hukum Gould Universitas Southern California yang mempelajari litigasi hukum massal.
Kasus pelurus rambut muncul ketika semakin banyak warga kulit hitam menyukai gaya rambut alami.
Sedikit 23 negara bagian di Amerika Serikat telah mengesahkan undang-undang yang melindungi orang dari diskriminasi berdasarkan rambut di tempat kerja dan sekolah umum. DPR AS juga mengesahkan undang-undang serupa tahun lalu yang kemudian mandek di Senat.
Dua Kali Lebih Berpeluang Terkena Kanker
Kanker rahim adalah salah satu kanker sistem reproduksi wanita yang jumlah penderitanya meningkat di AS, terutama dari kalangan wanita kulit hitam, menurut NIH.
American Cancer Society memperkirakan bahwa di AS akan ada sekitar 66.000 kasus kanker rahim baru tahun ini, lebih dari tiga kali lipat dari 19.710 kasus kanker ovarium.
Penelitian NIH yang melibatkan lebih dari 33.000 perempuan itu menemukan bahwa mereka yang mengaku menggunakan produk pelurus rambut lebih dari empat kali dalam setahun sebelumnya berpeluang lebih dari dua kali lipat terkena kanker rahim dibandingkan dengan yang tidak menggunakannya.
Sebanyak 378 wanita dalam penelitian itu terkena kanker rahim. Perempuan kulit hitam menggunakan produk-produk tersebut lebih sering daripada yang lain, menurut hasil penelitian itu.
Para peneliti tidak mengumpulkan informasi tentang bahan-bahan dari produk yang digunakan para perempuan itu, kata NIH.
Namun, Dr Alexandra White, peneliti utama dalam studi tersebut, mengatakan bahwa pelurus rambut ditemukan mengandung ftalat, paraben, siklosiloksan, dan logam, dan mungkin melepaskan formaldehida ketika dipanaskan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS berencana mengusulkan aturan pada April tahun depan yang melarang formaldehida dan bahan kimia pelepas formaldehida dari produk pelurus rambut.
Formaldehida adalah karsinogen yang sudah diketahui dan telah dikaitkan dengan kanker nasofaring dan leukemia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Studi NIH mengatakan ftalat dan bahan kimia lainnya diduga sebagai zat pengganggu endokrin, yang dapat mengganggu hormon tubuh dan dicurigai berperan menimbulkan risiko kanker.
"Formaldehida bukan bahan dalam produk pelurus rambut Namaste," kata pengacara perusahaan itu.
Produsen-produsen lainnya tidak berkomentar atau tidak merespons pertanyaan apakah produk mereka mengandung atau melepaskan formaldehida.
Mereka meminta hakim yang memimpin sidang pada Juli lalu untuk menolak gugatan dengan alasan bahwa penelitian itu adalah studi pertama yang mengangkat kemungkinan adanya hubungan antara produk pelurus rambut dan kanker rahim.
Alasan itu diajukan untuk melemahkan argumen penggugat bahwa produsen mengetahui, atau seharusnya mengetahui, risiko terkait produk tersebut.
Mereka juga berdalih bahwa penelitian NIH itu melibatkan kerabat dari para perempuan yang sebelumnya telah didiagnosis terkena kanker payudara sehingga "mungkin memiliki kecenderungan genetik".
White, sang peneliti utama, mengatakan dalam pernyataan bahwa saat ini tidak ada bukti kuat yang mengaitkan riwayat keluarga pasien kanker payudara dengan peningkatan risiko kanker rahim.
Para penggugat "mengandalkan sepenuhnya pada dakwaan sumir bahwa produk-produk itu, secara umum, mengandung 'bahan kimia beracun'", kata para pengacara perusahaan dalam pengajuan ke pengadilan.
Para penggugat percaya penelitian itu akan meyakinkan hakim bahwa setidaknya beberapa kasus harus dilanjutkan ke persidangan.
Mereka bisa melanjutkan kasus mereka tanpa harus membuktikan bahwa produk itu menyebabkan kanker, kata Jennifer Hoekstra, pengacara yang mewakili Bush.
Penelitian dari lembaga pemerintah yang kredibel seperti NIH kemungkinan besar sudah cukup untuk membawa kasus tersebut ke dewan juri, katanya.
Draf peraturan FDA tidak akan mengubah beban para penggugat untuk membuktikan bahwa mereka telah dirugikan oleh bahan-bahan kimia dalam pelurus rambut, kata Zimmerman, profesor hukum USC.
Tetapi, bukti yang dipakai badan regulator untuk mendukung sebuah draf peraturan kemungkinan besar bisa diterima oleh pengadilan, dan tindakan FDA "sering kali menarik banyak perhatian sehingga menambah jumlah orang yang mungkin ingin berpartisipasi dalam litigasi massal apa pun".
Selain itu, hakim yang mengawasi litigasi pada musim panas lalu menyetujui apa yang disebut sebagai "gugatan singkat", yang memudahkan para penggugat untuk melayangkan tuntutan.
Sejak November tahun lalu, para pengacara penggugat telah menghabiskan dana sekitar 8 juta dolar AS (Rp124,7 miliar) untuk menayangkan lebih dari 40.000 iklan televisi di seluruh AS, yang sebagian besar difokuskan di Baltimore, Houston, dan Washington DC, menurut X Ante, perusahaan pelacak iklan litigasi massal.
Quiana Hester mengatakan dia dan saudara-saudara perempuannya sedang mempertimbangkan untuk bergabung dalam litigasi setelah melihat iklan dari firma hukum di media sosial.
Mereka mengaku ingin kematian ibu mereka tahun lalu memiliki makna. Sang ibu meninggal setelah berjuang melawan kanker rahim.
Sumber: Reuters
Ibu Negara gelar sosialisasi cegah kanker