Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemanfaatan teknologi jaringan listrik pintar atau smart grid harus terus dioptimalkan.
Sementara, lanjutnya, pembangkit listrik berbasis EBT itu memiliki tantangan, karena memiliki sifat intermitten atau bergantung pada kondisi cuaca.
"Misalnya, pada pembangkit surya atau juga pembangkit bertenaga angin, dalam prosesnya ada tantangan cuaca memang, tapi bisa kita atasi dengan membangun smart grid," ujar Presiden Jokowi saat meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata berkapasitas 192 MWp, yang merupakan PLTS terbesar se-Asia Tenggara di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (9/11/2023).
Dengan menggunakan smart grid, sambungnya, apabila cuaca sedang berubah-ubah, maka listrik tetap stabil dan tidak akan terjadi kendala yang mengganggu penyediaan tenaga listrik.
Selain itu, smart grid juga akan bisa menjawab tantangan lokasi sumber potensi EBT yang jauh dari masyarakat ataupun ke pusat ekonomi, sehingga akan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan akses listrik dari energi hijau dengan harga yang terjangkau.
"Solusinya kita bisa bangun transmission line dan nantinya setiap potensi EBT di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi bisa kita salurkan ke pusat-pusat ekonomi," tambah Presiden.
Smart grid juga akan menguatkan komitmen pemerintah dalam mengejar target bauran energi sebesar 23 persen pada 2025.
"Kita harapkan akan semakin banyak EBT di negara kita, baik surya, hidro, geotermal dan angin, saya kira kalau terus konsisten kita laksanakan, akan sangat baik," sebut Jokowi.
Dalam beberapa kesempatan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meyakini dengan pembangunan smart grid akan memberikan pemerataan akses listrik bagi masyarakat yang tinggal di wilayah 3T (terdepan, tertinggal, dan terluar).
"Teknologi smart grid tidak terbatas hanya pada teknologi informasi dan komunikasi (TIK) saja, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk otomasi sistem kelistrikan yang efisien di daerah 3T dengan memanfaatkan energi terbarukan setempat melalui konsep smart micro grid," jelasnya.
Menurut Arifin, topografi Indonesia bukan menjadi hambatan bagi pemerintah dalam menyediakan akses listrik ke masyarakat.
"Beberapa strategi dalam penyediaan listrik bisa dilakukan secara on grid maupun off grid," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengatakan PLN akan mengusung pemanfaatan smart grid dan pembangunan jaringan transmisi antarpulau dengan strategi Accelerated Renewable Energy Development (ARED), yang bisa meningkatkan penggunaan EBT sebesar 75 persen atau setara 61 gigawatt (GW) hingga 2040.
Strategi tersebut dilakukan melalui pembangunan green enabling transmission line, yang akan menghubungkan potensi EBT di daerah terpencil dengan pusat beban listrik.
Infrastruktur itu juga dilengkapi dengan smart grid mulai dari pembangkitan, transmisi, hingga distribusi. Langkah itu menjadi solusi dari tantangan intermitensi pada pembangkit listrik, sehingga pasokan listrik dapat tetap andal dan berkelanjutan.
"Kita dapat meningkatkan penggunaan pembangkit tenaga surya dan angin dari hanya 5 GW menjadi 28 GW hingga 2040. Kami akan melakukan best effort mengeksekusi arahan Bapak Presiden. Kami siap menjalankan transisi energi demi memastikan kehidupan masa datang lebih baik," sebut Darmawan.