Jakarta (ANTARA) - Jenderal TNI Agus Subiyanto resmi menjabat sebagai Panglima TNI menggantikan Laksamana TNI Yudo Margono selepas perwira tinggi Angkatan Darat itu dilantik oleh Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu.
Jenderal Agus Subiyanto, yang saat ini berusia 56 tahun, punya waktu 2 tahun untuk mengabdikan diri sebagai Panglima TNI. Dari masa 2 tahun itu, hampir setahunnya bakal diisi tugas pengamanan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Di tengah tahun politik itu, netralitas TNI pun menjadi tantangan utama yang perlu dijawab oleh Agus Subiyanto selaku Panglima TNI baru.
Isu netralitas menjadi sorotan publik dan pengamat, karena proses terpilihnya Agus sebagai Panglima TNI, berlangsung cukup cepat setelah dia menjabat sebagai Kasad. Terpilihnya Agus, bagi beberapa pengamat dan kelompok masyarakat sipil, dinilai tidak lepas dari kedekatan dia dengan Presiden RI Joko Widodo.
Oleh karena itu, publik pun menanti bagaimana Jenderal TNI Agus Subiyanto mampu menepis anggapan-anggapan miring menyangkut netralitas TNI yang kerap dikaitkan dengan terpilihnya dia sebagai Panglima TNI.
Rekam jejak
Agus Subiyanto mulai mengabdikan dirinya sebagai prajurit TNI selepas lulus dari Akademi Militer di Magelang, Jawa Tengah, pada 1991.
Agus, yang kemudian masuk dalam kecabangan Infanteri, meniti kariernya sebagai seorang perwira pertama di lingkungan Korps Baret Merah (Kopassus). Dia pernah bertugas sebagai Kepala Seksi (Kasi) Operasi Sektor A Grup 3/Pusdikpassus (Pusat Pendidikan Pasukan Khusus), kemudian Komandan Batalyon (Danyon) 22/Manggala Yudha Grup 2 Kopassus/Sandi Yudha yang bermarkas di Kartasura, Jawa Tengah, dan Kepala Penerangan (Kapen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Dalam rentang waktu selama kurang lebih 18 tahun setelah dia lulus dari Akademi Militer, Agus mulai mengisi jabatan-jabatan strategis, antara lain, Komandan Kodim (Dandim) 0735/Surakarta (2009–2011). Dalam rentang waktu itu, Presiden RI Joko Widodo masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta.
Kemudian dia menjabat Wakil Asisten Operasi (Waasops) Kepala Staf Divisi Infanteri 2/Komando Cadangan Strategis TNI AD (Kostrad) pada 2011–2014, Asisten Operasi Kepala Staf Kodam (Kasdam) I/Bukit Barisan (2014–2015), dosen Madya Sekolah Staf dan Komando TNI AD (Seskoad) pada 2015, perwira menengah Detasemen Markas Besar TNI AD (2015–2016), Komandan Resimen Induk Kodam (Danrindam) II/Sriwijaya (2016–2017).
Agus mulai "pecah" bintang dan menyandang status sebagai perwira tinggi bintang satu saat menjabat Komandan Korem (Danrem) 132/Tadulako (2017–2018). Kemudian, dia menjabat Wakil Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri Komando Pembina Doktrin, Pendidikan, dan Latihan TNI AD (Wadanpussenif Kodiklatad) pada 2019–2020, lanjut sebagai Danrem 061/Surya Kencana pada 2020.
Karier militer Agus terus moncer terutama saat dia menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) pada 2020–2021, yang otomatis pangkatnya naik satu tingkat menjadi mayor jenderal. Agus pun menjadi salah seorang perwira TNI yang berada di lingkaran dekat Jokowi sejak dia masih menjadi Wali Kota Surakarta sampai akhirnya Presiden RI.
Dia kemudian lanjut mengemban tugas sebagai Panglima Daerah Militer (Pangdam) III/Siliwangi (2021–2022), dan Wakil Kepala Staf TNI AD mendampingi Jenderal Dudung pada 2022– 25 Oktober 2023.
Presiden RI Joko Widodo pada 25 Oktober 2023 kemudian melantik Agus Subiyanto sebagai Kepala Staf TNI AD menggantikan Jenderal TNI Dudung Abdurachman. Seiring dengan pelantikan itu, Agus pun resmi menyandang bintang empat dan menjadi jenderal TNI.
Tidak lama setelah dia resmi menjabat sebagai Kasad, Agus Subiyanto lanjut diusulkan sebagai calon tunggal Panglima TNI oleh Presiden RI. Proses pencalonannya sebagai Panglima tidak berlangsung lama, karena hanya dalam waktu 27 hari, Jenderal TNI Agus Subiyanto kembali dilantik oleh Presiden RI, tetapi kali ini sebagai Panglima TNI.
Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas menilai Agus Subiyanto sebagai seorang prajurit “paket lengkap” karena dia punya pengalaman bertugas di satuan tempur, pendidikan, sampai teritorial.
Di lingkungan teritorial, Agus juga tercatat pernah menjabat Danrem 132/Tadulako Palu dan Pangdam III/Siliwangi. Saat menjabat Danrem (Tadulako), Agus ikut berjibaku dalam penanganan bencana likuifaksi di Palu.
Agus juga lulus dari Sekolah Staf dan Komando TNI AD (Seskoad), Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI, hingga Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), dia juga pernah menjadi dosen di lingkungan Seskoad.
Dengan demikian, Agus terbilang sosok dengan 'paket komplet' karena mengikuti Dikbangum (Pendidikan Pengembangan Umum) TNI lengkap, memiliki penugasan beragam.
Walaupun demikian, Anton menilai Agus masih harus membuktikan kepada publik riwayat kedekatannya dengan Presiden Jokowi tidak memengaruhi sikapnya sebagai prajurit, yang dituntut untuk netral dan tidak berpihak selama tahun politik.
Oleh karena itu, Agus sudah seharusnya mampu dan dapat menunjukkan bahwa dirinya berkomitmen besar menjaga muruah TNI tidak ikut berpolitik praktis.
"Terlalu besar risikonya jika netralitas TNI tidak dijaga kuat dalam Pemilu 2024. Terlebih, keluarga Jokowi juga akan ikut meramaikan kontestasi politik mendatang. Profesionalitas Agus akan diuji dalam memimpin TNI di tengah pergantian rezim kali ini,” kata Anton Aliabbas.
Agus menjawab tantangan
Pertanyaan mengenai komitmen netralitas berulang kali ditujukan kepada Agus dalam beberapa kesempatan sejak dia diusulkan sebagai calon tunggal Panglima TNI oleh Presiden RI. Dalam berbagai kesempatan itu, Agus konsisten menjawab komitmennya terhadap netralitas TNI tetap sama dan tidak berubah, meskipun dia memiliki riwayat kedekatan dengan Presiden sejak dia menjabat sebagai Dandim Surakarta.
Bagi Agus, netralitas TNI diatur cukup jelas dalam ketentuan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Agus, yang pada hari ini resmi menjabat sebagai Panglima TNI, juga menambahkan masyarakat dapat melaporkan langsung ke TNI manakala menemukan prajurit yang bersikap tidak netral. Aduan itu dapat diserahkan ke Posko Aduan Netralitas TNI, yang diluncurkan oleh pendahulunya, Laksamana TNI Yudo Margono pada 20 November 2023.
“Kami sudah kickoff (meluncurkan, red) netralitas, dan membuat posko. Jadi, di tiap wilayah ada posko pengaduan, kalau ada TNI yang tidak netral silakan diadukan ke posko tersebut,” kata Agus saat jumpa pers selepas upacara serah terima jabatan panglima TNI di Plaza Mabes TNI, Jakarta, Rabu.
Kemudian, terkait riwayat kedekatannya dengan Presiden Jokowi, Agus menilai itu sebagai sesuatu yang lumrah dan bagian dari pekerjaan.
“Saya itu berdinas tidak hanya di Solo (Surakarta, red.), mungkin kebetulan waktu saya di Solo bertemu dengan Pak Jokowi,” kata Agus Subiyanto saat ditemui ANTARA di DPR RI pekan lalu.
Kedekatan dengan pimpinan daerah merupakan sesuatu yang dia terapkan karena TNI perlu membangun hubungan erat dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Oleh karena itu, kedekatan yang sama juga terjalin saat Agus menjabat sebagai Komandan Resor Militer (Danrem) 061/Suryakencana di Bogor, kemudian Panglima Daerah Militer (Pangdam) III/Siliwangi yang menaungi wilayah Banten dan Jawa Barat.
“Saya pernah Pangdam III/Siliwangi, dengan Pak Ridwan Kamil dan Pak Uu saya dekat juga. Jadi, bagi saya, pada saat saya menjabat, saya selalu melaksanakan tugas bareng-bareng dalam bentuk Forkopimda itu,” kata Agus Subiyanto.
Komitmen terhadap netralitas juga disampaikan secara tegas oleh Agus Subiyanto saat dia disetujui sebagai Panglima TNI oleh Komisi I DPR RI Senin minggu lalu (13/11).
TNI berkomitmen memberikan jaminan netralitas pada setiap tahapan pemilu sekaligus memperkuat sinergi dan soliditas TNI-Polri dalam mengamankan jalannya proses demokrasi melalui latihan dan posko bersama.
Di hadapan publik, Agus menegaskan TNI tetap netral selama tahun politik. Akan tetapi, perjalanan dirinya sebagai Panglima TNI baru saja dimulai dan konsistensi untuk menjaga sikap itu patut terus ditunjukkan demi menepis berbagai anggapan miring terhadap dirinya.
Penegasan sikap itu sekaligus meyakinkan masyarakat bahwa TNI tetap lurus mengikuti ketentuan perundang-undangan dan tidak tergoda untuk “miring kanan” atau “miring kiri” sampai akhirnya tahapan pemilu berakhir pada Oktober 2024.