Jambi (ANTARA) - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bersama Pemerintah Provinsi Jambi berkomitmen meningkatkan sinergi petani kelapa sawit guna meningkatkan kesejahteraan .
Wakil Gubernur Jambi Abdullah Sani di Jambi, Selasa, mengatakan antara petani, pengusaha (perusahaan) serta pemerintah harus bisa bersinergi agar bisa mewujudkan komoditas kelapa sawit yang baik.
"Tidak ada yang tidak mungkin jika dilakukan secara sinergisitas, hal itulah yang seharusnya dilakukan pada komoditas kelapa sawit yakni bersinegisitas antara petani, pemerintah dan perusahaan untuk memajukan komoditas kelapa sawit termasuk petani selaku pemasok bahan baku industri atau perusahaan," kata dia saat membuka Indonesian Palm Oil Smallholders (IPOSC) yang ketiga dengan tema Optimalisasi Sawit Rakyat Sebagai Penghasil Devisa di Pusaran Tata Kelola Sawit Berkelanjutan, yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Jambi.
Abdullah Sani menjelaskan bahwa luas wilayah Provinsi Jambi berkisar 5.343.500 hektare yang terdiri atas 9 kabupaten dan 2 kota, dari luas tersebut ± 36,18 persen lahan perkebunan (1.933.322 ha).
Dari angka tersebut terdapat 20 tanaman perkebunan yang terdapat di Provinsi Jambi dan telah memberikan kontribusinya terhadap perekonomian masyarakat.
Dari 20 tanaman tersebut, ada tujuh komoditas utama perkebunan di Provinsi Jambi, yaitu kelapa sawit, karet, kelapa dalam, kopi, kulit manis atau cassiavera, pinang dan tebu, dan tujuh komoditas tersebut seluas atau sebesar 1.924.910 ha.
Dalam hal ini peran sub sektor perkebunan bagi perekonomian rakyat sangat besar karena 73 persen dari 7 komoditi unggulan tersebut merupakan tanaman perkebunan rakyat, hanya 27 persen tanaman milik perusahaan perkebunan.
Pemerintah Provinsi Jambi memandang Sub Sektor Perkebunan sebagai prioritas utama, karena berkontribusi 17,8 persen terhadap PDRB Provinsi Jambi dengan nilai Rp37 triliun.
“Kita telah mengekspor komoditas perkebunan dengan negara tujuan Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Negara Semenanjung Arab, dengan nilai total ekspor Rp1,9 triliun untuk 24 variasi komoditas, yang menempatkan Provinsi Jambi sebagai provinsi dengan nilai ekspor komoditi perkebunan terbesar nomor 3 di Indonesia,” kata Sani.
Ia berharap prestasi ini sebagai pemicu agar dapat berbuat lebih baik lagi. Pemerintah Provinsi Jambi akan mengambil langkah kebijakan yang diperlukan untuk meningkat salah satunya dengan penerapan secara maksimal Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 19 Tahun 2019 yang mengatur tata niaga komoditi perkebunan.
“Melalui Perda ini, kita mengharapkan agar pekebun mendapat nilai tambah dan posisi tawar yang lebih baik, guna meningkatnya kesejahteraan pekebun di Provinsi Jambi,” terang Sani.
Tidak hanya itu, ia juga menghimbau adanya kemitraan yang sejajar antara perusahaan dan pekebun atau petani guna mengembangkan proses refleksi diri, meningkatkan proses penguatan kemampuan, dan proses pengembangan modal sosial.
Baca juga: Pemprov Jambi harap petani sawit ikuti standar pasar Uni Eropa
Harapannya mitra tersebut menjadi komunitas yang komunikatif, untuk usaha perkebunan yang tumbuh secara alami, dan dalam proses perjalanannya akan berkembang menjadi lembaga yang solid dan harmonis karena dirajut oleh modal sosial serta mampu mensinergikan kekuatan seluruh pelaku kemitraan seperti diketahui bahwa di Jambi ini perusahaan perkebunan kelapa sawit ada 186 perusahaan
Ketua Dewan Pembina Persatuan Organisasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (POPSI) Gamal Nasir bahwa sinergisitas itu penting untuk memajukan petani kelapa sawit yang luasannya tidaklah kecil.
Terbukti, saat ini dari luas perkebunan kelapa sawit yang saat ini mencapai sekitar 16,3 juta ha, luas perkebunan milik petani mencapai sekitar 6,1 juta ha yang terdiri dari petani plasma atau kemitraan dan swadaya atau mandiri. Dari angka tersebut bisa menggerakkan ekonomi nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Tahun 2021 merupakan tahun dimana ekspor minyak kelapa sawit (CPO atau crude palm oil dan turunannya) mengalami kenaikan paling tinggi selama kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu sebesar USD27,6 miliar dengan pertumbuhan sebesar 58,79 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Maka dalam hal ini petani ikut berkontribusi terhadap pendapatan negara,” jelas Gamal.
Baca juga: BPDPKS dan Kementan beri penguatan kelembagaan bagi petani swadaya di Jambi
Di sisi lain, Gamal pun berharap petani bisa fokus pada peningkatan produktivitas TBS (tandan buah segar), sehingga dengan meingkatnya pendapatan bisa mempunyai saham di perusahaan atau pabrik kelapa sawit (PKS). Hal ini penting agar petani merasa memiliki perusahaan sehingga petani bisa termotivasi untuk bisa menjaga pasokan sesuai keinginan perusahaan.
“Sebab petani untuk mendirikan pabrik sangatlah berat,” kaya Gamal.
Tidak hanya itu dengan kemitraan yang kuat antara perusahaan dengan petani maka bisa meningkatkan produktivitas petani. Seperti diketahui bahwa pola budidaya yang diterapkan antara perusahaan dengan petani berbeda, alhasil produktivitasnya pun berbeda.
“Coba kita lihat produktivitas petani rata-rata hanya 10 ton TBS/ha/tahun. Tapi perusahaan bisa menembus antara 18 sampai 20 ton tbs/ha/tahun. Dengan kemitraan yang kuat maka bisa meningkatkan produktivitas yang berujung kepada peningkatan kesejahteraan petani,” katanya.
Ketua POPSI Pahala Sibuea membenarkan bahwa dengan meningkatkan produktivitas sama dengan meningkatkan ekonomi petani. Untuk itulah diperlukan dukungan serta kerjasama yang baik antara petani dengan perusahaan melalui kemitraan yang didukung oleh pemerintah.
Baca juga: Pemkab Batanghari siapkan 70 ribu bibit kepala sawit untuk petani
Baca juga: Pemerintah mendorong kemandirian petani di industri sawit