Jambi (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi mengharapkan petani kelapa sawit dapat menyesuaikan dengan standar pasar Uni Eropa (EU) yang menginginkan adanya produk bebas deforestasi dan degradasi hutan sesuai dengan European Union Deforestation Regulation (EUDRR).
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi Agusrizal di Jambi, Kamis, mengatakan bahwa para petani harus mengikuti keinginan pasar, termasuk aturan EUDRR, serta memastikan bahwa produk sawit tidak melanggar aturan, tidak mengalami deforestasi, dan legal.
Dengan peraturan EU yang semakin tegas terkait keberlanjutan, maka pihak terkait, seperti pemerintah dan perusahaan, perlu mendukung petani dalam memenuhi persyaratan ini.
"Mau tidak mau, mengikuti kemauan pasar. Kalau soal ketelusuran ini sebenarnya kami sudah ada ISPO dan RSPO. Sama dengan yang tercantum di EUDRR, ini juga persyaratannya tidak melanggar aturan, tidak deforestasi, tidak merusak hutan dan lainnya," katanya dalam keterangan resmi yang diterima.
Agusrizal menjelaskan bahwa di Provinsi Jambi sudah terbentuk gugus tugas untuk menjaga kelapa sawit yang dihasilkan sesuai dengan aturan. Untuk itu, semua produk sawit harus sesuai dengan proses produksi serta aturan yang berlaku.
Namun, dalam konteks kawasan hutan, Agusrizal menyampaikan agar petani menghindari produksi kelapa sawit di dalam kawasan hutan, karena dampak merusak yang bisa ditimbulkan. Hal ini menggambarkan komitmen untuk menjaga ekosistem hutan yang sangat penting bagi keberlanjutan alam.
Agusrizal ikut mengingatkan mengenai adanya perkiraan sekitar 160 ribu hektare perkebunan sawit yang berada di kawasan hutan.
"Ini adalah perkiraan yang penting untuk diperhatikan dalam upaya menjaga keseimbangan antara produksi dan lingkungan," katanya pula.
Sementara itu, kendala lain yang dihadapi terkait pengelolaan sawit adalah konflik lahan dan kepemilikan. Masalah kepemilikan lahan dan kemitraan antara petani dan perusahaan sering menjadi kendala.
Ia menerangkan banyak petani yang masih mengalami konflik lahan dan keterbatasan transparansi dalam biaya produksi dan pendapatan akhir. Masalah utama seringkali juga berakar pada masalah kemitraan yang belum sepenuhnya terjalin dengan baik.
Menurut dia, kemitraan yang kuat dapat mengatasi masalah ini, tetapi diperlukan komitmen bersama dan transparansi dalam biaya produksi serta pendapatan akhir yang diperoleh pemilik plasma.
Ia turut menganjurkan pentingnya mengikuti pedoman daerah untuk memastikan bahwa kemitraan mengikuti aturan yang berlaku. Di tengah tantangan ini, Provinsi Jambi juga menunjukkan langkah-langkah positif dalam memastikan tata kelola perkebunan kelapa sawit yang lestari dan berkelanjutan.
Provinsi Jambi sebelumnya juga telah terpilih sebagai pilot project penelitian unggulan sawit 4.0 oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) beberapa waktu lalu.
Baca juga: Pengamat sebut kehadiran bursa sawit dukung iklim usaha
Baca juga: Satgas buka saluran pelaporan perusahaan sawit hingga September
Baca juga: GAPKI siapkan prosedur untuk antisipasi hadapi El Nino