Jakarta (ANTARA) - Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan rupiah pada awal perdagangan pekan ini dibuka merosot karena data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang solid.
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi turun 87 poin atau 0,56 persen menjadi Rp15.605 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.518 per dolar AS.
"Rupiah berpotensi melemah hari ini terhadap dolar AS karena data tenaga kerja AS yang dirilis Jumat malam lebih bagus dari ekspektasi pasar," kata Ariston kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Data tenaga kerja AS yang solid bisa dijadikan pertimbangan bagi Bank Sentral AS atau The Fed untuk menahan suku bunga acuan di level yang tinggi untuk waktu yang lebih lama.
Meskipun demikian, menurut Ariston, penguatan dolar AS terhadap rupiah mungkin tidak terlalu besar di awal pekan ini karena pasar menunggu data penting inflasi konsumen AS yang dirilis besok malam dan keputusan suku bunga The Fed yang akan dirilis Kamis dini hari.
Selain itu, data inflasi China terbaru yang dirilis di hari Sabtu yang menunjukkan deflasi bisa memberikan sentimen negatif ke rupiah. Deflasi di China bisa diartikan penurunan permintaan yang mengarah ke pelambatan ekonomi. Ekonomi Indonesia sebagai partner dagang China bisa terimbas dampak negatif ke depannya.
Pelemahan rupiah hari ini berpotensi ke arah Rp15.550 per dolar AS hingga Rp15.580 per dolar AS.
Sementara itu, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir November 2023 tercatat sebesar 138,1 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Oktober 2023 sebesar 133,1 miliar dolar AS.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.