Jakarta (ANTARA) - Dokter dari Rumah Sakit Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Mahar Mardjono, dr. Yuyun Miftaqul Rahmah, merespons sejumlah mitos terkait penyakit epilepsi, dan mengatakan para pengidap penyakit ini dapat beraktivitas seperti normal jika disiplin dalam pengobatan.
"Obatnya minum rutin, pencetus dihindari, kejang tidak terjadi, pasien bisa beraktivitas seperti biasa. Tapi memang gaya hidupnya harus lebih sehat, harus lebih tertata dibanding orang-orang biasa," ujar Yuyun dalam acara penyuluhan kesehatan dalam rangka Hari Epilepsi Sedunia yang disiarkan di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan bahwa epilepsi dapat disebabkan oleh penyakit vaskuler, stroke, kongenital atau bawaan saat lahir, trauma, tumor, penyakit neurodegeneratif, serta infeksi. Namun, ujarnya, yang terbesar adalah idiopatik, yaitu tidak diketahui apa penyebabnya.
Yuyun menyebut, terdapat dua definisi epilepsi, yang pertama adalah ketika seseorang kejang, kemudian 24 jam berikutnya kejang lagi.
"Atau yang kedua kejangnya satu kali tapi punya kemungkinan untuk mengalami kejang berulang dalam waktu 10 tahun," dia menambahkan.
Dia menyebutkan, jenis epilepsi yang kedua ditemukan pada pasien-pasien yang sudah pernah ada lesi di otak sebelumnya apakah dia stroke, trauma, infeksi, atau tumor.
Menurut dia, masih beredar mitos di masyarakat bahwa epilepsi adalah semacam penyakit kutukan atau kerasukan. Hal tersebut adalah tidak benar, namun terjadi karena adanya aktivitas listrik yang abnormal di otak.
Selain itu, ada juga yang beranggapan bahwa epilepsi dapat ditularkan melalui air liur penderitanya. Dia menjelaskan, air liur yang keluar adalah reaksi kelenjar air liur saat terjadi kejang dan tidak apa-apa jika terkena.
Dokter itu juga menyebut bahwa pasien epilepsi dapat menikah, bahkan hamil dan melahirkan anak yang sehat, tidak seperti anggapan sejumlah orang.
"Kalau misalnya wanita mau hamil, memang kalau pasien dengan kejang memang baiknya dikomunikasikan ke kita, karena memang obat-obatan anti kejang itu, terutama yang golongan lama, itu memang bisa memengaruhi kehamilan. Jadi kalau misalnya memang bisa kita atur sebelum kehamilan terjadi itu lebih bagus," dia menuturkan.
Dia juga menyebutkan bahwa epilepsi dapat diobati dan dikontrol, bahkan penderitanya dapat beraktivitas. Dokter itu menyebut bahwa banyak pasien epilepsi di RS itu kuliah, kerja, dan sekolah seperti biasa.
Hal itu dapat dicapai asalkan meminum obat secara rutin dan hidup teratur, misalnya istirahat atau makan sesuai waktunya, serta menghindari pencetus. Adapun pencetus-pencetus kejang, kata dia, adalah kelelahan, kurang tidur, telat makan, banyak pikiran, terlalu banyak bermain gawai atau menonton TV terutama di tempat gelap.
Namun, mereka perlu berhati-hati ketika melakukan tiga hal, yaitu menyetir, memasak, dan berenang, karena apabila terjadi kejang saat aktivitas itu, dapat berakibat fatal. Sebaiknya, ujarnya, ketiga aktivitas itu dihindari.