"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau enam bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor," katanya di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut Fadjar menuturkan posisi cadangan devisa tersebut menurun dibandingkan posisi pada akhir Maret 2024 sebesar 140,4 miliar dolar AS.
Penurunan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah seiring dengan peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global.
Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa akan tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi nasional yang terjaga, seiring dengan sinergi respons bauran kebijakan yang ditempuh BI dan pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonomi tetap kuat pada triwulan I-2024, yakni mencapai 5,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
“Di tengah ketidakpastian global, ekonomi Indonesia terus dapat menunjukkan resiliensinya, terlihat dari capaian pertumbuhan pada triwulan I ini,” kata Sri Mulyani dalam keterangannya di Jakarta, Senin (6/5).
Di sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh masing-masing 4,9 persen dan 24,3 persen (yoy).
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih kuat terutama didorong oleh terkendalinya inflasi, meningkatnya aktivitas ekonomi selama Ramadhan, kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN), dan pemberian tunjangan hari raya (THR).
“Secara tak langsung, belanja pemerintah terkait penyelenggaraan pemilu juga turut mendorong konsumsi rumah tangga melalui pemberian honorarium petugas Pemilu. Sementara itu, konsumsi oleh LNPRT melonjak tinggi terutama didorong oleh berbagai aktivitas terkait Pemilu 2024,” jelas dia.