Moskow (ANTARA) - Israel diduga membatalkan rencananya melakukan serangan besar-besaran ke Rafah di Jalur Gaza dan memilih hanya melakukan serangan yang ditargetkan setelah melakukan pembicaraan dengan Amerika Serikat, lapor The Telegraph.
Laporan surat kabar Inggris itu mengutip seorang pejabat senior AS, yang pada Rabu (22/5) mengatakan Israel telah mempertimbangkan kekhawatiran AS, yang sudah berminggu-minggu memperingatkan mereka agar tidak melakukan operasi besar-besaran di Rafah.
"Bisa dikatakan bahwa Israel telah memperbarui rencana mereka. Mereka telah memikirkan banyak kekhawatiran yang telah kami sampaikan.. Ini adalah diskusi dan percakapan yang sedang berlangsung. Ini konstruktif," kata sang pejabat.
Ia merujuk pernyataan itu pada pertemuan antara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih --kantor presiden AS-- Jake Sullivan di Yerusalem pekan lalu.
Sullivan minggu lalu berkunjung ke Arab Saudi dan Israel. Selama lawatannya itu, ia melakukan pertemuan dengan Putra Mahkota dan Perdana Menteri Saudi Mohammed bin Salman bin Abdulaziz Al Saud dan pimpinan Israel.
Sebelumnya pada Mei, Departemen Pertahanan AS memastikan laporan media bahwa pemerintah Biden menangguhkan pengiriman bom seberat 1.800 - 2.000 pon dan bom seberat 500 - 1.700 pon ke Israel,
Penangguhan itu dilakukan setelah Israel diduga memulai operasi militer terbatas di Rafah sambil mengumumkan rencananya untuk melanjutkan operasi darat besar-besaran di wilayah itu.
Pada awal Mei, Presiden AS Joe Biden dalam wawancara dengan CNN mengatakan bahwa Washington tidak akan memasok senjata ke Israel jika militer negara Yahudi itu menyerang Rafah.
Pada 7 Mei dini hari, angkatan bersenjata Israel melancarkan serangan yang disebutnya sebagai "operasi melawan teroris" di Rafah timur dan menguasai sisi Gaza pada perlintasan perbatasan dengan Mesir.
Belakangan pada pekan itu, media Israel melaporkan bahwa kabinet militer Israel telah menyetujui perluasan operasi darat.
Pihak berwenang Israel mengatakan operasi itu bertujuan untuk melenyapkan sisa batalion gerakan Palestina Hamas di Jalur Gaza.
Sumber : Sputnik