Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyalurkan subsidi energi senilai Rp56,9 triliun hingga 31 Mei 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis, menjelaskan subsidi itu disalurkan untuk bahan bakar minyak (BBM), LPG 3 kilogram, dan listrik bersubsidi.
Realisasi subsidi BBM tercatat mencapai 5,57 juta kiloliter (kl), turun 1 persen bila dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar 5,63 juta kl. Anggaran yang digunakan untuk subsidi BBM mencapai Rp6,6 triliun.
Sementara subsidi LPG 3 kilogram digelontorkan sebesar Rp26,8 triliun dan disalurkan sebanyak 2,7 juta metrik ton, tumbuh 1,9 persen dibandingkan tahun lalu sebanyak 2,6 juta metrik ton.
Adapun realisasi subsidi listrik mencapai Rp23,5 triliun dan diterima oleh 40,4 juta pelanggan, lebih tinggi 3,1 persen dari realisasi tahun lalu yang sebanyak 39,2 juta pelanggan.
Menurut Sri Mulyani, penyaluran subsidi energi pada 2024 memang lebih tinggi bila dibandingkan tahun 2021 sebelum harga minyak mentah melonjak. Di samping itu, juga ada pengaruh dari pergerakan kurs rupiah dan volume penyaluran.
Kendati begitu, Kemenkeu menyatakan harga minyak mentah Indonesia (ICP) masih masuk dalam rentang prediksi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
“Kita belum terlalu mendapat tekanan dari sisi ICP, tapi dari sisi kurs kita mulai menampakkan tekanan untuk subsidi ini,” ujar Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata.
Isa mengatakan Kemenkeu masih terus memantau pergerakan harga minyak untuk menentukan penyaluran subsidi energi. Pemerintah terus berkoordinasi dengan DPR dalam menentukan subsidi agar dapat fleksibel menyesuaikan dengan kebutuhan.
Adapun untuk BBM, Isa mengatakan belum ada pembahasan lebih lanjut terkait kemungkinan kenaikan harga BBM dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Pemerintah menyalurkan subsidi energi Rp56,9 triliun hingga Mei
Kamis, 27 Juni 2024 16:18 WIB
Kita belum terlalu mendapat tekanan dari sisi ICP, tapi dari sisi kurs kita mulai menampakkan tekanan untuk subsidi ini.