Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) menyebut program biodesel Indonesia telah menjadi pilar utama dalam menjaga stabilitas industri sawit dan memperkuat ketahanan energi nasional.
Sejak kebijakan biofuel pertama diluncurkan pada tahun 2006, konsumsi biodiesel meningkat lebih dari 13.000 persen dalam rentang enam belas tahun, kata Direktur Utama BPDP Eddy Abdurrachman di Nusa Dua Bali, pada 13 November 2025.
Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan program B30 secara nasional pada tahun 2020 dan melanjutkannya ke B35 pada tahun 2023.
Pemerintah kini menargetkan penerapan B40 pada tahun 2025, dengan volume konsumsi yang diperkirakan mencapai 15 juta kiloliter.
Biodiesel memiliki peran strategis dalam menstabilkan harga CPO dan melindungi kesejahteraan petani sawit.
Melalui penyerapan CPO di pasar domestik, program ini menjaga harga tandan buah segar di kisaran Rp1.300 hingga Rp2.900 per kilogram, sekaligus mendukung penghidupan lebih dari 2,5 juta petani.
Selain itu, biodiesel juga memperkuat ketahanan energi dengan menekan impor solar dari 86 persen pada tahun 2014 menjadi 37 persen pada tahun 2024.
Program ini memberikan manfaat ekonomi yang besar dengan penghematan devisa hingga Rp147 triliun pada 2025 dan penciptaan hampir dua juta lapangan kerja di sektor industri, logistik, dan energi.
Kontribusi biodiesel menjadi bagian penting dari agenda transisi energi dari komitmen iklim Indonesia melalui bauran energi terbarukan diperkirakan mencapai 10 persen pada tahun 2025, dengan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 34,9 juta ton CO pada tahun 2024, setara dengan pengurangan emisi dari sekitar 10 juta kendaraan bermotor.
Pencapaian ini memperkuat posisi Indonesia sebagai pelopor energi berbasis sawit dalam upaya mencapai target netral karbon 2060.
Meski menunjukkan hasil yang positif, pengembangan biodiesel di Indonesia juga memiliki tantangan yang perlu diantisipasi seperti ketergantungan terhadap CPO sebagai bahan baku utama, keterbatasan infrastruktur distribusi, dan isu keberlanjutan.
Berkaitan dengan hal ini, diperlukan diversifikasi bahan baku dengan memanfaatkan minyak jelantah serta memperkuat pengujian teknis B40 dan B50 untuk memastikan kesiapan teknologi dan efisiensi produksi.
Biodiesel memiliki peran strategis dalam diplomasi perdagangan dan iklim, dengan memperkuat posisi Indonesia di pasar global serta menghadapi kebijakan diskriminatif seperti Renewable Energy Directive Uni Eropa.
Program biodiesel tidak hanya menjaga stabilitas harga dan kesejahteraan petani sawit, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi nasional, instrumen transisi hijau, dan simbol kemandirian energi Indonesia.
