Jakarta (ANTARA Jambi) - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun berharap Hakim Mahkamah Konstitusi bersikap objektif dalam menangani persoalan Pengesahan Undang Undang Pilkada yang digugat sejumlah pihak dengan mengajukan uji materi ke lembaga peradilan itu.
"Saya pribadi sangat optimistis UU ini bisa diuji materi. Yang paling penting adalah kita harus memengaruhi cara berpikir hakim konstitusi. Kalau cara berpikir hakim konstitusi tidak bergerak dari tahun 2000 maka tidak ada harapan," katanya di Jakarta, Minggu.
Menurut dia selama ini konstitusionalisme sudah bersifat dinamis dan terus bergerak mengikuti arah demokrasi. Kendati Undang Undang Pilkada yang sudah disahkan di DPR, diperkirakan akan berujung pada uji materi.
"MK sudah pernah menegaskan hak untuk dipilih dan memilih adalah hak asasi manusia yang tidak boleh dihilangkan. Jangan dengan alasan teknis, biaya mahal dan sebagainya itu diberlakukan," tegasnya.
Mantan Ketua Tim Anti Mafia Mahkamah Konstitusi ini juga berpendapat demokrasi di Indonesia telah berjalan 10 tahun tanpa melalui kekuasaan partai politik yang ada di DPRD.
"Nah sekarang mau dicabut lagi, padahal konstitusionalisme kontemporer sudah berkembang dan calon perseorangan pun diakomodir. Saya yakin permohonan ini akan dikabulkan," harapnya.
Ia menuturkan jangan sampai cara pandang Hakim Konstitusi kembali pada era 2000-an di mana muncul polemik seperti Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden langsung atau tidak langsung belum jelas aturannya.
"Mudah mudahan cara berpikir hakim MK juga terbuka," tutur alumus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014
"Saya pribadi sangat optimistis UU ini bisa diuji materi. Yang paling penting adalah kita harus memengaruhi cara berpikir hakim konstitusi. Kalau cara berpikir hakim konstitusi tidak bergerak dari tahun 2000 maka tidak ada harapan," katanya di Jakarta, Minggu.
Menurut dia selama ini konstitusionalisme sudah bersifat dinamis dan terus bergerak mengikuti arah demokrasi. Kendati Undang Undang Pilkada yang sudah disahkan di DPR, diperkirakan akan berujung pada uji materi.
"MK sudah pernah menegaskan hak untuk dipilih dan memilih adalah hak asasi manusia yang tidak boleh dihilangkan. Jangan dengan alasan teknis, biaya mahal dan sebagainya itu diberlakukan," tegasnya.
Mantan Ketua Tim Anti Mafia Mahkamah Konstitusi ini juga berpendapat demokrasi di Indonesia telah berjalan 10 tahun tanpa melalui kekuasaan partai politik yang ada di DPRD.
"Nah sekarang mau dicabut lagi, padahal konstitusionalisme kontemporer sudah berkembang dan calon perseorangan pun diakomodir. Saya yakin permohonan ini akan dikabulkan," harapnya.
Ia menuturkan jangan sampai cara pandang Hakim Konstitusi kembali pada era 2000-an di mana muncul polemik seperti Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden langsung atau tidak langsung belum jelas aturannya.
"Mudah mudahan cara berpikir hakim MK juga terbuka," tutur alumus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014