Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Republik Indonesia (BRGM RI) bersama peneliti Universitas Jambi dan masyarakat Desa Rantau Rasau, Kecamatan Berbak, Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi diskusi mencari solusi pencegahan kebakaran lahan gambut yang berulang.

Pakar Hidrologi Unja Prof Aswandi di Jambi, Kamis, menerangkan bahwa sifat tanah gambut mirip dengan spons, mampu menyerap dan melepaskan air. Dengan adanya kanal yang dibuat di lahan-lahan gambut dapat merusak ekosistem gambut tersebut. Akibat kanal, pada musim kemarau tanah gambut akan menjadi sangat kering dan mudah terbakar. Ditambah dengan adanya El Nino, tingkat kerawanan terjadinya kebakaran gambut pun semakin meningkat.

“Idealnya komposisi tanah gambut adalah 90 persen air, sisanya 10 persen adalah bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan, daun-daun, kayu-kayu yang tertimbun ribuan tahun di dalam air. Yang mana apabila dibuat kanal pada lahan gambut tersebut, air akan ke luar, mengakibatkan gambut menjadi kering dan mudah terbakar,” kata Prof Aswandi.

Ia menambahkan jika terjadi kebakaran, api akan menjalar di bawah permukaan tanah secara lambat. Ini membuat kebakaran sulit dideteksi secara dini dan baru terdeteksi setelah terjadi kebakaran yang luas diikuti dengan asap yang tebal.

Pada kesempatan itu, masyarakat juga menyampaikan bahwa selain karena faktor alam, pemicu kejadian kebakaran hutan dan lahan di wilayah Desa Rantau Rasau pada tahun 2015 dan 2019 disebabkan oleh adanya upaya pembukaan lahan oleh masyarakat pada area batas kawasan konservasi Taman Nasional Berbak Sembilang. 

Hal tersebut pun terbukti dari pola kebakaran yang mengitari batas Kawasan TN Berbak. Masyarakat mengklaim bahwa sebagian wilayah yang masuk dalam kawasan TN Berbak masih merupakan tanah masyarakat sehingga kemudian ada upaya pembukaan lahan oleh oknum masyarakat. Konflik tenurial ini yang menjadi salah satu penyebab adanya upaya perambahan kawasan oleh oknum masyarakat sekitar. 

Lokasi hotspot yang teridentifikasi cukup masif terjadi pada tahun 2015 dan 2019 yang distribusinya mengitari desa-desa penyangga Kawasan TN Berbak. Kondisi tersebut mengindikasikan sumber api bermula dari wilayah desa yang berbatasan dengan Kawasan TN Berbak.


Upaya restorasi gambut

Kejadian kebakaran lahan gambut di kawasan Desa Rantau Rasau terus berulang tiap tahunnya tak luput dari perhatian pemerintah. Sehingga, pada tahun 2018 Desa yang terletak di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Batanghari – Sungai Air Hitam Laut ini ditetapkan menjadi Desa Peduli Gambut. 

Pada tahun 2019 pemerintah mulai melakukan intervensi restorasi di Desa Rantau Rasau melalui Badan Restorasi Gambut yang kini berganti nama menjadi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Republik Indonesia (BRGM RI).

Pada tahun 2019 BRGM melibatkan kelompok-kelompok masyarakat (POKMAS) melakukan pembangunan infrastruktur pembasahan gambut (IPG), yakni sekat kanal dan sumur bor. Hingga tahun 2020, sejumlah 36 unit sekat kanal dan 200 unit sumur bor berhasil terbangun di sejumlah titik-titik di kawasan Desa Rantau Rasau. 

Pembangunan ini merupakan bagian dari program 3R (Rewetting, Revegetation, Revitalization) yang diinisiasi oleh BRGM. Program 3R mencakup serangkaian tindakan yang dirancang untuk memulihkan fungsi ekosistem gambut yang terdegradasi, dimulai dari langkah pembasahan kembali (rewetting), penanaman kembali (revegetation) dan pemulihan kembali (revitalization) ekosistem gambut. 

Menurut BRGM, infrastruktur pembasahan gambut seperti sekat kanal dan sumur bor, memiliki beberapa manfaat yang dapat berkontribusi pada pengelolaan gambut dan lingkungan sekitarnya. Dengan membangun sekat kanal, ketinggian air di lahan gambut dapat diatur dengan lebih baik, sehingga lahan gambut dapat dijaga agar tetap lembab atau basah. 

Prof Aswandi pada saat  diskusi menyebutkan  gambut harus selalu dalam kondisi basah atau lembab. Dengan adanya sekat kanal dapat mencegah kekeringan gambut dan mengurangi risiko kebakaran gambut yang sering kali sulit dikendalikan. Sebab gambut yang basah atau lembab lebih tahan terhadap kebakaran, sementara kondisi yang kering meningkatkan risiko terjadinya kebakaran.

Sementara itu, sumur bor dapat menjadi bagian dari strategi penyediaan air yang berkelanjutan, membantu memenuhi kebutuhan air, baik untuk memadamkan api, penyiraman tanaman dan berbagai kebutuhan air masyarakat tanpa merusak ekosistem gambut. 
 
Upaya restorasi gambut dengan menyiapkan sekat kanal (ANTARA/HO-BRGM)

Menyiapkan masyarakat “siaga air” dan “siaga api” 

Kegiatan pencegahan kebakaran lahan melalui restorasi gambut di Desa Rantau Rasau tak berakhir pada terbangunnya sekat kanal dan sumur bor saja. Untuk menjaga agar infrastruktur pembasahan gambut yang telah terbangun tetap terjaga dan berfungsi sebagaimana mestinya, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam pemeliharaannya. 

Kepala Desa Rantau Rasau Kuadi mengatakan pemeliharaan infrastruktur pembasahan gambut ini telah dilaksanakan sejak tahun 2020 oleh masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat (Pokmas). Di Desa Rantau Rasau sendiri terdapat  sembilan pokmas yang terdiri dari lima pokmas sekat kanal dan empat pokmas sumur bor.

Etriadi atau lebih akrab dengan panggilan “Eet” adalah salah satu pokmas yang aktif memelihara infrastruktur pembasahan gambut tersebut. Dia mengungkapkan bahwa beberapa diantara anggota pokmas adalah mantan pelaku illegal logging (perambahan lahan secara ilegal). 

Upaya melibatkan mantan pelaku tersebut ternyata cukup efektif membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya restorasi gambut, khususnya dalam hal pencegahan kebakaran lahan. Sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat di dalam kawasan. 

Di tahun 2022 di Desa Rantau Rasau telah dibentuk posko OPLG (Operasi Pembasahan Lahan Gambut) secara rutin melaksanakan patroli dan operasi pembasahan lahan gambut serta pemadaman dini titik-titik api yang ditemukan di wilayah desa Rantau Rasau.

Bersama-sama Masyarakat Peduli Api (MPA), OPLG menjadi garda terdepan dalam penanggulangan titik-titik api agar tak terjadi bencana karhutla di Desa Rantau Rasau.  Desa Rantau Rasau Tahun 2023 kini menjadi lebih siaga dan dapat menangani karhutla secara cepat, dan warganya secara bertahap meningkat kesadarannya dalam mengelola ekosistem gambut.

BRGM dan Universitas Jambi siap memberikan pendampingan masyarakat maupun pelatihan untuk mencegah kebakaran terulang kembali

Tak bisa dipungkiri, kebakaran hutan dan lahan merupakan masalah yang kompleks. Yang mana akan ada kemungkinan terulang kembali apabila akar masalahnya tidak diselesaikan terlebih dahulu. Intervensi yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian maupun lembaga terkait tak akan cukup apabila tidak didukung oleh masyarakat. 

Pencegahan kebakaran lahan gambut juga tak akan berhasil tanpa komitmen bersama masyarakat untuk tidak lagi membuka lahan dengan cara membakar. Dalam hal ini, masyarakat adalah kunci dari kesuksesan restorasi gambut.

Oleh karena itu, pemulihan keseimbangan ekosistem secara keseluruhan perlu dilakukan, termasuk peningkatan kapasitas masyarakat setempat. Selama lebih kurang enam tahun setelah program restorasi gambut di Desa Rantau Rasau berjalan, BRGM telah memfasilitasi dengan berbagai upaya baik dari segi infrastruktur teknis, maupun peningkatan kapasitas masyarakat setempat dengan memberikan bantuan-bantuan untuk pokmas-pokmas di desa.

Universitas Jambi juga siap memberikan pendampingan maupun pelatihan kepada masyarakat bilamana dibutuhkan. Salah satu gagasan yang dikemukakan para pakar akademisi dari Universitas Jambi untuk mengatasi masalah kebakaran berulang di Desa Rantau Rasau yakni pembentukan Masyarakat Peduli Air.  

Selain MPA, anggota pokmas diberikan keterampilan dalam pengelolaan kegiatan berbasis air di kanal dan sekitarnya (seperti sekat kanal, pintu air, pola budidaya paludikultur). 

Desa Rantau Rasau adalah salah satu desa di Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, yang memiliki kawasan lahan gambut yang luas, dengan kedalaman gambut antara 30 cm hingga 300 cm. Desa Rantau Rasau merupakan salah satu wilayah yang hampir selalu mengalami kebakaran lahan setiap tahunnya. 

Dsa yang terletak di Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur ini pernah mengalami kebakaran lahan gambut hebat pada tahun 2015 silam, yakni seluas 5.709 Ha. Saat El Nino pada tahun 2019 seluas 1.280 Ha dan tahun 2023 seluas 2,5 Ha.

 

Pewarta: Tuyani

Editor : Dolly Rosana


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023