Jakarta (ANTARA Jambi) - Kementerian Kehutanan menilai penerapan kebijakan otonomi daerah telah mempercepat proses kerusakan dan alih fungsi hutan di sejumlah besar wilayah Indonesia.
"Pada era otonomi daerah, masalah pengawasan dan perizinan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Namun, yang terjadi di lapangan pengawasannya sangat lemah," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan, Darori pada acara Kebijakan Baru tentang Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HCVF) di Jakarta, Selasa.
Menurut Darori, 10 juta lahan hutan lindung sudah berubah peruntukannya menjadi lahan pertambangan, seperti di wilayah Kalimantan.
"Izin itu justru diberikan oleh bupati, dan itu melanggar Undang-Undang 41 tahun 1999 tentang kehutanan," ujarnya.
Ia mengungkapkan, pihaknya sudah melaporkan 13 kepala daerah ke Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) karena penyalahgunaan kewenangannya dengan memberikan izin kegiatan di hutan lindung.
Saat ini, pemerintah telah melakukan moratorium izin baru untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) di lahan gambut dan primer. Pemerintah juga mengajak pihak swasta untuk ikut aktif dan mengambil langkah inisiatif untuk melindungi hutan.
Darori menambahkan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) diharapkan ikut aktif dan melaporkan penyimpangan-penyimpangan kegiatan hutan. Selama ini, pihak Green Peace tidak mau menjadi saksi penebangan kayu jenis ramin yang dilindungi.
"Kalau mereka melaporkan sebaiknya siap menjadi saksi. Jangan melaporkan saja, namun tidak berani menjelaskan permasalahannya," katanya.(T.KR-IAZ/KR-SSB/)