Jakarta (ANTARA Jambi) - Kementerian Kehutanan akan memperketat pembukaan lahan setelah dibuat monograf model-model alometrik biomasa dan volume pohon pada berbagai tipe ekosistem hutan di Indonesia.
"Sekarang dengan alometrik kami lebih tahu dan bisa mengukur tingkat stok karbon di atas dan di bawah pohon. Karena perhatian kami dengan stok karbon itu," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto di Jakarta, Jumat.
Tahun 2010 sebenarnya sudah ada peraturan yang memasukkan unsur biomassa di dalamnya, yaitu peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Produksi Kehutanan, Kementerian Kehutanan.
Ia mencontohkan dalam peraturan itu menjelaskan biomassa, seperti kayu mati yang tegak, rebah atau di dalam tanah pada lahan gambut.
Setelah dibuat monograf ini, beberapa peraturan hanya perlu diperbaiki karena sebelumnya sudah ada dalam peraturan Dirjen itu.
Hadi mencontohkan karena Peraturan Menteri Kehutanan belum ada yang memasukkan unsur biomassa maka ke depannya akan dibuat dengan memperhatikan stok karbon pohon. Namun Hadi tidak merinci kapan peraturan itu akan dibuat.
Biomasa bisa diketahui stok karbon bukan hanya terdapat di atas permukaan tanah saja, tetapi juga di dalam tanah. Melalui cara ini, orang akan berpikir dua kali untuk mengkonversi hutan dengan tanaman lain jika tidak dapat memberikan stok karbon yang tinggi dibandingkan tanaman sebelumnya.
Alometrik ini merupakan perubahan paradigma dari "follow base" ke biomasa. Hal ini mewakili struktur hutan dan sangat baik untuk memastikan ramah lingkungan.
"Sebelumnya sudah dihitung bahwa 35 ton karbon per hektare, di bawah itu bisa dikonversi menjadi sawit," ujarnya.
Karena itu perlu adanya sinergitas dan kerja sama para pihak untuk mensosialisasikan monograf, terutama proyek-proyek bantuan luar negeri yang terkait dengan REDD+ dari berbagai sektor yang berbasis lahan.
"Perlu disiapkan Sumber Daya Manusia yang terlatih agar mampu menggunakan model alometrik untuk penghitungan stok karbon secara akurat," katanya.(SDP-53)