Jakarta (ANTARA Jambi) - Menkumham Amir Syamsuddin menegaskan, pemerintah akan mengkaji pembekuan Greenpeace di Indonesia setelah berbagai pelanggaran yang dilakukan LSM asing itu dinilai telah melebihi batas.
"Kami akan mengkaji tahapan-tahapan pembekuan Greenpeace. Kami harapkan RUU Ormas bisa menjawab itu. Intinya, harus tunduk pada hukum di negara kita," ujar Amir Syamsuddin di Jakarta, Kamis.
Menkumham mengakui, kampanye Greenpeace di Indonesia kerap mengganggu dunia usaha.
"Kegiatan mereka memang terkadang mengganggu kegiatan usaha-usaha kita di dalam negeri. Bahkan, bisa dikatakan overdosis. Kini masih dikaji, apakah kampanye mereka didasari persaingan usaha dan bisnis," tukasnya.
Ia juga mencium kesan adanya kepentingan asing yang disuarakan Greenpeace. "Kita tidak perlu takut. Tinggal kita nilai apakah pelanggaran itu sudah cukup untuk membekukan mereka," ujarnya.
Sebelumnya, mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Prof Dr Romli Atmasasmita mengatakan, Kemenkumham bisa membekukan dan mencabut izin Greenpeace Indonesia.
"Mereka sudah terdaftar di Kemenkumham. Jadi yang bisa membekukan dan mencabut izin Greenpeace hanya Menteri Hukum dan HAM dengan disertai alasan," ujar Romli.
Hal senada dikemukakan Direktur Sosial Budaya Organisasi Internasional Negara Berkembang, Direktorat Jenderal Multilateral Kemenlu, Arko Hananto.
Menurut dia, LSM asing yang bermarkas di Belanda itu jelas menyalahi aturan karena menerima dana asing tanpa seizin pemerintah dan tidak pernah melapor kegiatannya kepada pemerintah.
Greenpeace di Indonesia juga dinilai menerima dana asing tanpa sepengetahuan pemerintah. Dana asing yang dimaksud adalah bantuan dari Greenpeace SEA Foundation sebesar Rp1,2 miliar di tahun 2009 dan Rp1,7 miliar di tahun 2010.
Selain itu, Greenpeace Indonesia diduga menerima kucuran dana lotere atau judi Poscode Lottery dari Belanda di tahun 2010 dan 2012 masing-masing menerima 2.250.000 poundsterling atau senilai Rp33 miliar.
Greenpeace juga sering menyerang pemerintah dan perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan data yang tidak valid. Terakhir, mencemarkan nama KFC yang mereka tuding menggunakan kertas karton pembungkus makanan yang dipasok dari salah satu perusahaan di Indonesia, tapi kemudian terbukti tuduhan Greenpeace salah alamat. KFC menyatakan tidak pernah memesan kertas karton dari perusahaan dimaksud.
Sebelumnya Greenpeace berkali-kali membantah menerima dana asing dan tidak transparan dalam pengelolaan dana.
"Kami sampaikan bahwa untuk menjaga independensi, sejak berdiri 40 tahun yang lalu Greenpeace tidak pernah bersedia menerima dana dari pemerintah dan perusahaan manapun," kata Kepala Greenpeace Indonesia Nur Hidayati. (Ant)