Jakarta (ANTARA Jambi) - Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional menyepakati pemborongan pekerjaan (outsourcing) dibolehkan tapi harus diatur melalui Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
"Ada kemajuan titik temu di pertemuan Tripartit Nasional ini yang semakin tajam. Hasilnya antara lain bahwa pemborongan pekerjaan boleh. Itu tetap jalan melalui perjanjian kerja PKWT atau PKWTT. Sedangkan yang diatur lebih detil adalah penyedia jasa pekerja," kata Menakertrans Muhaimin Iskandar di Jakarta, Kamis.
LKS Tripartit Nasional itu menyepakati hal itu dalam pembahasan finalisasi draft rancangan peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mengatur pelaksanaan outsourcing.
Pertemuan di Kantor Kemnakertrans itu dipimpin oleh Menakertrans sekaligus Ketua LKS Tripartit Nasional Muhaimin Iskandar, Dirjen PHI dan Jamsos Kemnakertrans R. Irianto Simbolon sebagai wakil pemerintah, Mathias Tambing dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal (unsur serikat pekerja/buruh) serta Sofyan Wanandi (unsur pengusaha/Apindo).
Pertemuan itu juga menyepakati pelaksanaan kerja alih daya (outsourcing) membutuhkan pengawasan yang lebih ketat dari saat ini.
"Peraturan menteri baru nanti akan membatasi serta menekankan adanya jaminan kompensasi ataupun jaminan masa depan para pekerja yang masih bekerja di model outsourcing ini," kata Muhaimin.
Sedangkan dalam pengaturan penyedia jasa pekerja, jenis pekerjaan yang boleh dilakukan secara outsourcing tetap terbatas pada lima lima jenis pekerjaan sesuai dengan UU.13/2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu "cleaning service", keamanan, transportasi, katering dan jasa penunjang migas pertambangan.
Pemerintah tidak akan segan-segan mencabut izin perusahaan-perusahaan alih daya yang menyengsarakan pekerja dan tidak memberikan hak-hak normatif bagi pekerja.
Sementara itu, disepakati juga bahwa pelaksanaan penyerahan sebagian pekerjaan kepada pihak ketiga (outsourcing) tidak boleh menyimpang terhadap peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku.
Selama ini penerapan sistem outsourcing di perusahaan cukup banyak yang menyimpang misalnya dalam hal gaji di bawah upah minimum, pemotongan gaji, tidak adanya tunjangan, tidak ada asuransi pekerja, maupun tidak adanya pemenuhan hak dasar lainnya seperti jaminan sosial.
Menakertrans juga menyatakan akan melakukan pengawasan ketat terhadap keberadaan perusahaan-perusaaan jasa alih daya/outsourcing yang tersebar di seluruh Indonesia yang jumlahnya mencapai 6.239 perusahaan dengan jumlah pekerja sebanyak 338.505 orang (data per 10 Oktober 2012).
Dari 33 provinsi, masih ada tiga provinsi yang belum menyampaikan inventarisasi dan data tentang outsourcing serta jumlah tenaga kerjanya. Masih terus kita lengkapi proses pendataannya," kata Muhaimin.
Berdasarkan pendataan sementara, ada beberapa perusahaan outsourcing yang harus ditutup yang berlokasi di Aceh, Sumbar dan di beberapa tempat lainnya karena tidak memberikan kepastian jaminan bagi para buruh yang bekerja di outsourcing itu.(Ant)