Jakarta (ANTARA Jambi) - Para orang tua penderita autis perlu untuk memahami bahwa gejala autisme bersifat individual, berbeda antara anak yang satu dengan lainnya sehingga dibutuhkan penanganan berbeda.
"Penanganan autisme membutuhkan kesabaran dan konsistensi dalam pelaksaannya karena sifatnya yang individual ini," kata Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kementerian Kesehatan Akmal Taher pada pembukaan Seminar Sehari Peringatan Hari Autisme Sedunia di Jakarta, Selasa.
Akmal yang membacakan sambutan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan penanganan anak penderita autisme itu merupakan sebuah perjalanan panjang dan diharapkan agar para orang tua tidak berhenti pada ketidakmampuan anak saja, tetapi harus juga berupaya menggali bakat serta potensi yang dimiliki.
Sedangkan intervensi yang harus dilakukan adalah dengan memberikan terapi sesuai dengan masalah yang dialami misalnya terapi wicara untuk masalah komunikasi, terapi perilaku untuk masalah perhatian dan terapi okupasi untuk permasalahan perkembangan motorik.
"Penanganan anak-anak penyandang autisme sangat tergantung pada pendekatan holistik yang meliputi diagnosa akurat, terapi dan pendidikan yang tepat serta dukungan kuat dari keluarga terdekat dan semua sektor terkait," kata Akmal.
Sementara penelitian Center for Disease Control (CDC) di Amerika Serikat pada 2008 menyatakan perbandingan antara anak berumur delapan tahun yang menderita autisme dan tidak adalah 1:80.
Untuk Asia, penelitian yang pernah dilakukan adalah Hongkong Study pada 2008 yang melaporkan tingkat kejadian autisme dengan prevalensi 1,68 per 1.000 untuk anak dibawah 15 tahun.
Saat ini, belum ada penelitian khusus mengenai data autisme pada anak di Indonesia namun jika diasumsikan dengan prevalensi autisme pada anak di Hongkong, maka diperkirakan terdapat lebih dari 112 ribu anak penyandang autisme pada rentang usia 5-19 tahun.
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang kompleks dengan gejala meliputi perbedaan dan ketidakmampuan dalam berbagai bidang seperti kemampuan komunikasi sosial, kemampuan motorik kasar, motorik halus serta tidak mampu berinteraksi sosial.
Aspek gangguan perkembangan itu dapat muncul dalam bentuk berbeda dengan sekumpulan gejala klinis yang dilatarbelakangi berbagai faktor yang sangat bervariasi, berkaitan dan unik.
Sejak tahun 2007, PBB menyetujui tanggal 2 April diperingati sebagai Hari Autisme Sedunia yang dimaksudkan untuk memberikan perhatian terhadap autisme dan mendorong negara-negara anggota untuk mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang autisme.(Ant)