Depok (ANTARA Jambi) - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana menegaskan bahwa putusan pengadilan tidak bisa dibatalkan oleh orang per orang, apalagi oleh terpidananya sendiri.
Menurut Denny yang ditemui di sela Seminar Nasional AKIP bertema "Strategi Membangun Komunikasi yang Efektif Melalui Media Massa" di Cinere, Depok, putusan pengadilan yang ditujukan kepada mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji tetap harus dilaksanakan karena bertentangan dengan hukum.
"Ini 'kan pendapat Pak Susno, pendapat kuasa hukumnya, teori hukum manapun tidak bisa mengatakan putusan dibatalkan oleh orang yang diutus atau kuasa hukumnya," ujar Denny.
Ia menilai suatu putusan tidak bisa dianggap keliru kecuali dibatalkan oeh putusan yang lebih tinggi. Artinya, yang bisa membatalkan putusan Mahkamah Agung terhadap Susno hanyalah Mahkamah Agung dengan proses Peninjauan Kembali (PK).
Denny menegaskan bahwa yang membatalkan putusan bukanlah Susno, sebagai terpidana, atau kuasa hukumnya. Yang berhak membatalkan putusan Pengadilan Negeri hanya Pengadilan Tinggi, sementara putusan Pengadilan Tinggi hanya Mahkamah Agung.
"Emang mereka siapa bisa membatalkan putusan pengadilan?" ujarnya.
Denny juga menuturkan Mahkamah Konstitusi sendiri menyatakan putusan MK yang dirujuk itu tidak membatalkan putusan PT dan PN, sehingga, jika pun batal, harus ditetapkan oleh pengadilan juga.
Susno Duadji yang gagal dieksekusi pekan lalu di Bandung itu hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Ia telah dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) per Senin (29/4) lalu.
Ia terbukti menyalahgunakan wewenang saat menjabat Kabareskrim, ketika menangani kasus Arowana dengan menerima hadiah Rp500 juta untuk mempercepat penyidikan kasus itu.
Pengadilan juga menyatakan Susno terbukti memangkas Rp4,2 miliar yang merupakan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat saat menjabat Kapolda Jabar pada 2008 untuk kepentingan pribadi. Atas tindakan tersebut, jenderal polisi berbintang tiga itu diganjar hukuman 3 tahun 6 bulan penjara.
Dalam kasus ini, Denny mengatakan, Kemenkumham ikut membantu untuk mengeksekusi yang bersangkutan. Persoalan yang membelit jenderal polisi purnawirawan bintang tiga itu tidak hanya menyangkut eksekusi kejaksaan tetapi juga mempertaruhkan martabat kewibawaan hukum.(Ant)