Jakarta (ANTARA Jambi) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mendesak pemerintah untuk menghentikan aktivitas penanaman monokultur (hanya satu jenis tanaman untuk lahan yang luas) karena mengingatkan kepada masa kolonial.
"Walhi meminta pemerintah untuk menghentikan model pengembangan perkebunan besar monokultur yang rakus lahan karena terbukti tidak mampu memperbaiki kesejahteraan rakyat, tapi justru lebih banyak memberikan dampak negatif bagi keberlanjutan lingkungan dan keselamatan rakyat," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Abetnego Tarigan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa malam.
Menurut dia, pengalaman monokultur yang sedang dihadapi di berbagai daerah sebenarnya mengingatkan pemerintah akan pengalaman pahit pengembangan industri pangan melalui proyek lahan gambut sejuta hektare serta pengalaman pahit masa kolonialis liberal Hindia Belanda yang telah merusak sendi-sendi kehidupan rakyat.
Untuk itu, ia mengingatkan pemerintah untuk menghentikan pengembangan dan perluasan kebun-kebun monokultur skala besar, mengevaluasi monokulturisasi yang sudah berlangsung dan melakukan audit menyeluruh terhadap perizinan yang sudah dikeluarkan.
Selain itu, pemerintah juga diminta menyelesaikan konflik sosial yang terjadi, menghentikan praktik-praktik "pemutihan" pelanggaran UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dan segera melakukan moratorium konversi hutan berbasis capaian.
"Sudah saatnya pemerintah mengkaji keberadaan investasi rakus lahan dan menggantikannya dengan mendorong pengelolaan pertanian berbasis rakyat, mendorong pengelolaan kawasan hutan berbasis rakyat dan komunitas, serta mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat atas wilayah kelolanya untuk perwujudan pembangunan yang berkeadilan dan lestari," ujarnya.
Ia memaparkan, pengembangan komoditi dengan melakukan penanaman secara monokultur dalam luasan besar dan masif (perkebunan skala besar) memang telah berlangsung selama ratusan tahun di Indonesia.
Hal tersebut terjadi sejak perkebunan kayu skala besar sudah dirintis sejak abad ke-19 yaitu sekitar tahun 1847 oleh pemerintahan kolonial Belanda untuk pemenuhan kebutuhan pembuatan kapal-kapal perang dan kapal-kapal dagang Belanda.
Di samping pembangunan kebun kayu secara monokultur dan masif, penguasa kolonial juga memaksakan monokulturisasi melalui sistem tanam paksa (cultuurstelsel) di sekitar tahun 1830 sampai dengan tahun 1870 untuk pemenuhan kepentingan pasar Eropa.(Ant)