Jambi (ANTARA Jambi) - Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Jambi dinilai lamban dan tutup mata dalam menyikapi masalah pencemaran lingkungan oleh perusahan di Provinsi Jambi.
Visi misi melaksanakan pengendalian pencemaran terhadap perusakan lingkungan hidup yang bersifat kooperatif dan berkesinambungan tidak berjalan dengan efektif.
Sebelumnya, Komisi III DPRD Provinsi Jambi mendapati PT Kurnia Tunggal Nugraha (KTN) terbukti tak punya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan membuang limbah tersebut ke Sungai Batanghari.
Perusahaan yang telah beroperasi sejak tahun 1985 tersebut merupakan satu dari delapan perusahaan yang dikategorikan mendapat rapor merah dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Kepala BLHD Provinsi Jambi melalui Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan, Ardi SH mengatakan, pihaknya baru akan memanggil pihak PT KTN untuk mengadakan dengar oendapat dengan Komisi III DPRD Provinsi Jambi pada Senin (2/2).
"Kita akan panggil pihak PT KTN, dan akan hearing dengan Komisi III DPRD Provinsi Jambi dalam waktu dekat, karena banyak pelanggaran yang dilakukan mereka," ujarnya.
PT KTN, satu dari delapan nama perusahaan yang masuk dalam rapor merah dipastikan telah melanggar Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dengan sanksi pidana minimal tiga tahun penjara dan denda paling sedikit Rp3 miliar.
Ardi juga menjelaskan, untuk melakukan penutupan perusahaan harus menunggu hasil evaluasi dari Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta, sebab itu adalah keputusan pusat.
Perusahaan dengan kategori merah ini muncul ke publik setelah Komisi III DPRD Provinsi Jambi melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke perusahaan terkait laporan masyarakat yang telah lama resah dengan kondisi tersebut.
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Jambi Hilallatil Badri mengatakan, PT KTN tidak punya itikad baik untuk berinvestasi di Jambi, apalagi perusahaan tersebut telah lama berdiri di Jambi.
"Kami heran, kenapa pemerintah daerah tidak memberi sanksi apapun kepada perusahaan. Bisa-bisanya ada perusahaan beroperasi tidak memiliki IPAL," katanya.
Padahal kata Hilal, PT KTN ini selain melanggar aturan menyangkut lingkungan hidup, juga diduga melanggar izin, sebab dari dokumen yang mereka peroleh, izin operasi PT KTN untuk pengelolaan kopra (minyak kelapa), namun, belakangan KTN malah mengelola kelapa sawit.
"Perusahaan itu izin awalnya untuk pengelolaan minyak kelapa, sekarang sudah berubah menjadi kelapa sawit, kok bisa-bisanya itu terjadi di tengah operasi berjalan," ujarnya.
Ia menjelaskan, setiap perusahaan harus punya izin aktivitas termasuk soal limbah dan Amdal, setelah itu, baru izin pengoperasian perusahaan bisa dikeluarkan.
"Kita juga minta BLHD Provinsi Jambi mengecek masalah ini. Kita rekomendasikan untuk diseret ke ranah pidana sesuai aturan perundang-undangan," ujarnya.
Komisi III DPRD Provinsi Jambi juga mempertanyakan mengapa pemda berani menerbitkan izin PT KTN, padahal mereka tidak punya Amdal, persoalaan ini akan terus di "cross check" dan mencari tahu mengapa perusahaan ini bisa beroperasi.(Ant)