Sleman (ANTARA Jambi) - Presiden Joko Widodo beserta Ibu Negara Iriana Joko Widodo menghadiri upacara "Tawur Agung Kesanga", menyambut hari raya Nyepi di Pelataran Candi Siwa, Kompleks Candi Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat pagi.
Presiden dalam kesempatan tersebut juga mengenakan pakaian adat umat hindu berwarna krem serta mengenakan destar di kepala.
Turut hadir dalam rangkaian peringatan tahun baru Saka 1937 yang bertemakan "Membangun Harmoni, Kesadaran Spiritual dan Budaya Nasional" tersebut antara lain Menteri Agama Luqman Hakim, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wakil Ketua DPD RI GKR Hemas, Ketua Panitia Hari Raya Nyepi Nasional Mayjen I Gede Sukete Kusuma.
"Ini merupakan kehormatan bagi umat Hindu, karena untuk pertama kalinya upacara Tawur Agung dihadiri langsung Bapak Presiden," kata Mayjen I Gede Sukete Kusuma.
Ketua Parisada Hindu Dharma Daerah Istimewa Yogyakarta, Ida Bagus Agung mengatakan peringatan Nyepi tahun ini tidak mengejar kemewahan maupun kemeriahan, tetapi untuk menjaga budaya dan menjaga harmoni dengan alam dan sesama.
Umat Hindu uang akan hadir dalam acara itu diprediksi sebanyak 25 ribu orang. Acara berskala nasional ini diharapkan bisa membangun jiwa harmoni antar umat beragama dan alam.
Ketua Panitia Nyepi DIY I Made Astra Tanaya mengatakan sebelum acara di Prambanan ini, sudah dilakukan rangkaian upacara seperti prosesi Melasti yaitu labuhan suci di Pantai Ngobaran, Gunungkidul pada 5 Maret 2015.
"Kemudian labuhan suci di Pantai Parangtritis, Bantul yang sudah dilaksanakan pada 15 Maret 2015," katanya.
Ia mengatakan, lebih dari 25 ribu umat Hindu berdatangan di pelataran Candi Prambanan untuk mengikuti upacara menyambut hari raya Nyepi 2015.
"Hari ini acara Tawur Agung, sehari sebelum Nyepi, ini merupakan upacara Bhuta Yadnya disebut meracu, dengan tujuan mengamalkan Tri Hita Karana," katanya.
Ia mengatakan, Tri Hita Karana adalah hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, hubungan harmonis antara manusia dan alam serta hubungan harmonis antara sesama manusia.
"Dalam Lontar Agastya Parwa disebutkan, Bhuta Yadnya ngarania taur muang lapisan ring tuwuh. Maksudnya, Bhuta Yadnya adalah mengembalikan dan melestarikan tumbuh-tumbuhan," katanya.
Menurut dia, upacara ini untuk menumbuhkan keseimbangan antara mengambil dan mengembalikan. Setiap hari manusia mengambil sumber alam. Setelah mengambil seharusnya mengembalikan agar alam tetap lestari. (Ant)