Jambi (ANTARA Jambi) - Banjir bandang menerjang sejumlah desa di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, dampaknya tidak sedikit kerugian materiil harus ditanggung oleh masyarakat korban bencana alam yang setiap tahun terjadi.
Pihak terkait menyebutkan ratusan hektare lahan sawah yang baru ditanam padi terendam lumpur dan aktivitas sekolah di lokasi banjir tidak berjalan normal sebagai dampak bencana tersebut.
Banjir bandang melanda di daerah itu rutin terjadi setiap tahun. Namun, luapan air Sungai Batang Limun Sarolangun kali ini termasuk paling parah, dan penyebabnya ada yang menyebutkan karena maraknya aktivitas PETI di sungai tersebut.
Bahkan, Gubernur Jambi Zumi Zola menegaskan bahwa banjir bandang merendam sejumlah desa di Sarolangun itu akibat adanya PETI.
"Pemerintah bukan melarang masyarakat untuk mencari emas, melainkan harus ada aturannya. Tanpa ada aturannya, ya, inilah akibatnya. Apakah kita biarkan saja alam ini hancur semua baru kita perbaiki?" kata Zola saat meninjau korban banjir bandang Sarolangun, belum lama ini.
Mantan aktor itu menyatakan musibah banjir dampak luapan Sungai Batang Limun tersebut memang sudah setiap tahun terjadi meski dalam skala kecil. Akan tetapi, tahun ini cukup mengejutkan.
"Ini perlu dikaji dan duduk bersama antara masyarakat, pemerintah kabupaten, dan pemerintah provinsi. Kejadian ini ulah manusia. Untuk itu, semua harus mempunyai komitmen untuk pencegahan agar jangan terulang lagi, serta aturan dan undang-undangnya harus dibuat," kata Zola.
Ia menyebutkan tiga kabupaten yang harus duduk bersama membahas masalah PETI itu, yakni Sarolangun, Merangin, dan Bungo.
Banjir bandang dan banjir akibat luapan Sungai Batang Limun merendam ratusan unit rumah penduduk, merusak satu jembatan, dan lebih dari 400 hektare lahan sawah terendam lumpur.
Enam desa yang dihantam banjir bandang itu, yakni Desa Panca Karya, Demang, Mansao, Temenggung, Muara Limun, dan Pulau Pandang, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun.
Zumi Zola menegaskan bahwa emas yang diambil dari tiga kabupaten di provinsi itu tidak menambah pendapatan asli daerah (PAD) di kabupaten bersangkutan.
"Emas yang diambil dengan cara penambangan ilegal tidak mendatangkan 1 sen pun PAD kabupaten setempat, yang ada hanya masalah dan kerugian lingkungan yang terus-menerus," katanya.
Parahnya lagi, kata mantan Bupati Tanjung Jabung Timur itu, hasil tambang emas bukan dinikmati oleh masyarakat Jambi, melainkan pemodal dari luar daerah. Masyarakat Jambi hanya dapat ampasnya saja.
"Banyak pihak tidak menyadari ini, tolong dipahami. Kami bukan melarang, melainkan ingin menertibkan karena di suatu negara semua ada aturan dan undang-undangnya. Hal itu harus dipatuhi," tegas Zola.
Ketua DPW PAN Provinsi Jambi itu juga menjelaskan bahwa pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan pertemuan bersama tiga bupati yang wilayahnya, termasuk penghasil emas, yakni Kabupaten Bungo, Merangin, dan Sarolangun.
"Kita akan dorong jadi izin pertambangan rakyat, pemikiran utama kita seperti itu. Akan tetapi, harus ada rekomendasi dari pemkab masing-masing. Khusus di Sarolangun, saya sudah datang ke sana dan memang parah sekali. Sungai-sungai yang dikeruk sudah berubah fungsinya gara-gara alat berat," kata Zola.
Menurut dia, jika aktivitas PETI didiamkan saja, banjir dari aliran sungai yang sudah berubah fungsi akan sampai ke sungai di kabupaten lain dan air ikut tercemar.
Mirisnya lagi, kata dia, setelah emasnya habis, sungai-sungai yang dikeruk ditinggalkan begitu saja. Akibatnya, bekas galian tidak bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan perekonomian lain, seperti menjadikan kolam ikan ataupun lahan pertanian.
"Lahan itu mau jadi apa? Sampai kapan kita diamkan? Untuk itu, perlu ada pertemuan untuk membahas ini dengan kepala daerah di tiga kabupaten itu, juga melibatkan TNI, Polri, dan DPRD," ujarnya.
Setelah mendapat kesepahaman dan kesepakatan antara provinsi dan kabupaten, kata Zola, hasil pertemuan akan diteruskan ke kementerian terkait.
"Kita tindak lajuti ke kementrian supaya jangan dikira Jambi itu tidak ada upaya memberantas penambang emas liar. Kita juga selama ini sudah melakukan upaya, tetapi ada saja oknum-oknum yang mengatasnamakan masyarakat mempersulit upaya kita," kata Zola.
Segera Diselesaikan
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendukung rencana itu dan berharap Gubernur Jambi Zumi Zola Zulkifli segera menyelesaikan penambangan emas ilegal yang hingga kini masih terjadi di daerah hulu Sungai Batanghari.
"Kita berharap Zumi Zola yang baru dilantik sebagai Gubernur Jambi itu segera menyelesaikan PETI yang masih saja melakukan aksinya, terutama di hulu Sungai Batanghari," kata Direktur eksekutif Walhi Jambi Musri Nauli.
Musri Nauli mengatakan bahwa masalah penambangan emas ilegal itu merupakan persoalan pokok untuk segera diselesaikan Pemerintah Provinsi Jambi di bawah kepemimpinan Zumi Zola Zulkifli dan Fachrori Umar (Gubernur dan Wakil Gubernur) periode 2016 sampai dengan 2021.
Tidak bisa dihentikannya aksi PETI selama ini, menurut Mauli, karena belum bersatu padunya berbagai pihak terkait di jajaran pemerintahan. Harus ada operasi besar-besaran pihak terkait dalam memberantas PETI.
"Jadi, semua pihak harus bersatu padu memberantas PETI, terutama bagaimana memutuskan pasokan bahan bakar minyak (BBM) ke alat berat yang bergerak di sungai-sungai melakukan pengerukan," katanya.
Informasi lain menyebutkan aktivitas PETI itu mudah dijumpai di Kabupaten Sarolangun, Merangi, Tebo, dan Bungo.
Aktivitas PETI itu menggunakan alat berat (beko), selain mesin-mesin penyedot pasir yang hingga saat ini mudah dijumpai di sungai-sungai, seperti Sungai Batanghari.
Namun, warga tampaknya juga kurang peduli terhadap dampak kerusakan lingkungan untuk jangka panjang akibat penambangan pasir mengandung butiran emas itu.
Konon, aktivitas PETI juga sudah banyak memakan korban jiwa, seperti tertimbun tanah saat menggali emas. Konflik aparat keamanan dan pelaku PETI juga tercatat menyebabkan korban jiwa.
Bahkan, beberapa waktu lalu, Wakil Bupati Merangin Khafied Moein menegaskan maraknya aktivitas PETI di daerahnya telah mengancam rusaknya sejumlah ruas jalan seperti di Kecamatan Tabir Barat.
"Ini tentu saja berdampak putusnya jalan karena longsor yang disebabkan aktivitas PETI," katanya saat memantau lokasi penambangan liar di daerah tersebut, belum lama ini.
Kolam bekas penambang itu juga mengakibatkan tiang listrik nyaris roboh. Penambang ilegal itu hanya meningalkan beberapa jengkal tanah saja di sekeliling tiang listrik yang kedalamam tanamnya lebih dangkal dari kedalaman kolam.
"Tolong lubang ini ditimbun kembali dan jangan ada lagi aktivitas PETI di kawasan ini. Bisa putus jalan dan lihat tiang listrik itu bisa roboh," kata Wabup.
Wabup mengatakan bahwa aktivitas PETI di Kabupaten Merangin secara keseluruhan sudah sangat merusak lingkungan. Meski berbagai upaya telah dilakukan pemkab bersama Polres Merangin dan Dandim 0420 Sarko untuk menghentikan PETI, penambang liar tetap saja ada.
Selain itu, kata dia, Pemkab Merangin juga telah berulang kali melaporkan kejadian tersebut ke pemerintah pusat. Namun, berbagai tindakan yang dilakukan belum mampu menghentikan PETI yang kian menggila itu.
Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi menyatakan berdasarkan hasil penelitian selama 2015 terdapat 25 parameter yang telah mencemari Sungai Batanghari.
"Hasil rata-rata yang kami lakukan selama lima kali penelitian, yakni kondisi kualitas air Sungai Batanghari pada posisi tercemar dari 25 parameter. Salah satunya E-coli karena aktivitas masyarakat yang masih memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan," kata pejabat BLHD Provinsi Jambi Ardi.
Ia menyebutkan 25 parameter yang mencemari sungai terpanjang di Sumatera itu, yakni parameter E-coli, DHL, TDS, TSS, PH, BOD, COD, DO, P04-P, SO4, NH3-N, NO3, NO2, CI, F, FE, MN, PB M/L, HG, Fenol, suhu, kekeruhan, dan warna.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 16 titik pemantauan di wilayah hulu, tengah, dan hilir Sungai Batanghari, kata Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan BLHD itu, pencemarannya rata-rata masih didominasi oleh E-coli.
Untuk menemukan apakah tercemar logam berat itu sulit. "Kami melakukan dengan metode Storet, dan hasilnya ada 25 parameter yang mencemari Sungai Batanghari, tetapi itu rata-rata masih di bawah batas baku mutu yang ditetapkan," ujarnya lagi. (Ant)