Cirebon (ANTARA Jambi) - Greenpeace Indonesia dan tim peneliti dari Harvard University, Atmoshpheric Chemistry Modelling Group (ACMG), pada tahun 2015 mencatat ada 6500 jiwa meninggal dunia akibat terkena polusi udara dari operasi PLTU batu bara yang ada di Indonesia.
"Dampak kesehatan paling berat, disebabkan partikel mikroskopik (PM2,5) yang dihasilkan dari pembakaran batu bara di PLTU dan itu mengakibatkan sebanyak 6500 jiwa di Indonesia meninggal per tahunnya," kata Juru Kampanye Media Greenpeace Indonesia Rahma Shofiana, saat memberikan keterangan kepada sejumlah wartawan di Cirebon, Senin.
Ia menuturkan, dari seluruh jumlah kematian tersebut, kebanyakan dikarenakan penyakit stroke, jantung iskemik, penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru-paru dan penyakit kardiovaskular serta penyakit pernapasan lainnya.
Rahma menjelaskan, partikel mikroskopik (PM 2,5) ukurannya sangat kecil sehingga sulit dideteksi dan diantisipasi.
Jika menggunakan masker itu harus menggunakan masker khusus yang memiliki tingkat kerapatan cukup tinggi.
Ia membandingkan, ukuran butiran pasir yang sangat halus saja sebesar 30 micrometer, sedangkan PM 2,5 memiliki ukuran 2,5 micrometer.
"Sehingga sangat halus dan kecil, sehingga kadang tidak terasa saat tersedot," ujar Rahma.
Hasil penilitian juga menyebutkan, jika angka kematian tersebut akan bertambah lebih tinggi jika pemerintahan saat ini jadi merealisasikan sejumlah PLTU baru yang berbahan bakar batu bara.
Untuk masalah dampak yang dirasakan dari adanya polusi batu bara PLTU, Greenpeace Indonesia mencatat, Pulau Jawa merupakan daerah yang paling merasakan dampak tersebut.