"Proyek 35.000 proyek besar, kami tambah 4.000-5.000 karyawan tetap untuk menunjang program 35.000 MW," kata Sofyan dalam diskusi "Implementasi Pembangunan Pembangkit 35 Ribu MW" di Kantor Staf Kepresidenan di Jakarta, Kamis.
Sofyan mengatakan proyek 35.000 MW merupakan program prioritas pemerintah untuk menunjang ketahanan energi dan sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi.
"Lebih baik listrik di depan untuk mendukung perkembangan ekonomi, bukan mengekor," katanya.
Dirut PLN ini juga yakin proyek tersebut dapat diselesaikan sesuai target pada 2019 untuk mengejar rasio elektrifikasi 98,4 persen dari saat ini baru mencapai 88,3 persen.
Untuk keberhasilan proyek ini, Sofyan mengatakan telah melakukan seleksi yang ketat terhadap kontraktor yang berkelas dan memiliki kekuatan modal yang cukup.
"Jangan sampai ada bengkel mobil ikut tender proyek 35 ribu MW, semua kontraktor yang ikut tender harus punya kelas," katanya.
Sofyan menetapkan pengembang listrik swasta (IPP) dan kontraktor EPC proyek 35 ribu MW harus memiliki kecukupan modal minimal 10 persen.
"Jadi kalau ada tender senilai Rp 40 triliun, kontraktor harus taruh uang Rp4 triliun. Kalau tidak punya, ya enggak bisa ikut tender," ujarnya.
Dia juga menegaskan PLN telah menunjuk kontraktor EPC berkelas asal Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat (AS) untuk menggarap proyek pembangkit yang jadi jatah perseroan.
"Kalau ada yang dibangun China, itu yang bangun BUMN China. Kami belajar dari pengalaman yang lama, semoga kami tidak tercebur dua kali," katanya.
Kepala Staf Presiden Teten Masduki mengatakan proyek 35.000 MW ini merupakan kebutuhan agar Indonesia menjadi tujuan investasi.
Teten juga mengatakan kondisi ekonomi dunia yang lesu saat ini tidak akan mengubah target proyek 35.000 MW tersebut dan justru untuk mempersiapkan diri jika perekonomian duani kembali bangkit.
"Saat ekonomi lesu kita berbenah infrastruktur, pas bagus tinggal jalan," kata Teten.