Jakarta (ANTARA Aceh) - Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan bahwa di dalam lingkungan Istana Presiden dan Istana Wakil Presiden di Jakarta sudah tidak ada lagi gading gajah.
"Dulu gading menjadi kebanggaan, termasuk di Istana. Sekarang Istana sudah tidak ada lagi gading gajah karena itu pelanggaran," katanya seusai membuka acara Pekan Lingkungan Hidup Kehutanan 2016 di kompleks Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Kamis.
Pernyataan tersebut menjawab pernyataan wartawan mengenai masih maraknya perburuan gajah liar untuk diambil pada bagian gadingnya dan diperjualbelikan.
"Gading tidak boleh diperdagangkan. Itu pelanggaran hukum," ujarnya didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya yang sebelum acara pembukaan Pekan Lingkungan Hidup Kehutanan, keduanya disambut dua ekor gajah di halaman JCC.
Dalam kesempatan tersebut, Wapres menyatakan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan oleh semua pihak dan tidak hanya pemerintah.
"Indonesia punya 'tropical forest' yang luas, kitalah yang harus menjaga. Bahkan dunia mengakui kesalahannya terhadap lingkungan dengan membayar (kompensasi) karbon kepada Indonesia," katanya.
Terkait pembayaran kompensasi lingkungan itu, Kalla menjelaskan bahwa sejumlah negara besar masih dalam proses ratifikasi Kesepakatan Paris yang telah dicapai dalam Konferensi Perubahan Iklim Dunia di Paris, Prancis, pada Desember 2015.
"Kalau semuanya sudah meratifikasinnya, perdagangan karbon kembali akan dimulai lagi," kata Kalla menambahkan.
Indonesia telah meratifikasi Kesepakatan Paris setelah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mewakili Presiden Joko Widodo menandatangani Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim pada Upacara Tingkat Tinggi Penandatanganan Perjanjian Paris (High-level Signature Ceremony for the Paris Agreement) di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat pada 22 April 2016.
Perjanjian Paris didukung 195 negara, namun akan berlaku apabila diratifikasi oleh setidaknya 55 negara yang menyumbangkan setidaknya 55 persen emisi gas rumah kaca.
Indonesia menyadari kehutanan dan pemanfaatan lahan adalah sektor yang paling signifikan dalam pengendalian perubahan iklim, terutama karena kawasan hutan yang luasnya mencapai 65 persen dari luas wilayah negara Indonesia yang mencapai 187 juta kilometer persegi.
Pemerintah telah mengambil langkah-langkah konsisten untuk pengendalian perubahan iklim, di antaranya dengan membentuk Badan Restorasi Gambut pada Februari 2016, sebagai langkah cepat Indonesia merespons pascakebakaran lahan dan hutan 2015.
Indonesia juga melanjutkan kebijakan moratorium perizinan pada hutan primer dan lahan gambut serta moratorium perizinan pembukaan lahan sawit dan tambang.