Secara
lebih luas, dia meminta semua kalangan tidak menyoalkan proses
pembebasan para WNI yang disandera mereka itu. Terkini adalah pembebasan
tiga WNI asal NTT yang dibebaskan pada Sabtu malam lalu (17/9). Tidak
kurang Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, terbang ke Zamboanga,
mengurus hal itu.
MNLF yang dipimpin Nur
Misuari di Mindanao Selatan, Filipina, pernah mendapat "pendampingan"
Indonesia secara resmi ataupun tidak resmi saat Istana Malacanang
menitahkan gencatan senjata dan upaya perdamaian. Misuari yang muslim
menjadi minoritas di dalam masyarakat Filipina yang mayoritas Katolik
Roma.
Pihak Indonesia yang diterjunkan
beragam pada pertengahan hingga akhir dasawarsa '90-an itu, mulai dari
Kementerian Luar Negeri, perwira-perwira di BAIS dan BAKIN, hingga
pribadi-pribadi WNI yang tergerak.
"Tidak usah tanya soal tebusan, yang penting bagaimana sanderanya bebas," kata Nurmantyo, di Markas Besar TNI, di Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu.
Menurut dia, "Hal yang seharusnya menjadi perhatian adalah keberhasilan dari upaya pembebasan yang telah dilakukan."
Pada kasus terakhir, dia berterima kasih kepada pemerintah Filipina dan Front Nasional Pembebasan Moro atau Moro National Liberation Front (MNLF) karena telah membantu Indonesia membebaskan ketiga sandera itu, yakni Lorence Koten, Theodorus Kopong, dan Emanuel.
"Saya sebagai panglima TNI mengucapkan terimakasih kepada pemerintah Filipina dan Angkatan Bersenjata Filipina. Yang melakukan upaya bersama-sama MNLF untuk membebaskan sandera," kata dia.
Jenderal bintang empat ini berharap enam ABK yang masih disandera kelompok Abu Sayyaf juga dapat segera bebas.
Sesaat setelah mendarat di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu malam, Ryacudu mengatakan, pembebasan tiga WNI merupakan hasil koordinasi pemerintah Filipina dan Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nur Misuari yang membantu proses negosiasi pemerintah dengan Abu Sayyaf.
Mirip dengan Nurmantyo, bekas kepala staf TNI AD ini juga menegaskan tidak ada uang tebusan dari pemerintah yang dibayarkan kepada Abu Sayyaf dalam proses pembebasan ini.
"Yang jelas pemerintah Indonesia dan Filipina tidak boleh mengeluarkan satu sen pun untuk tebusan. Kalau pun ada (uang) dari pihak keluarga atau simpatisan untuk operasional pembebasan di sana ya mungkin saja, tetapi saya tidak tahu dan tidak mau tahu," ujarnya.
"Tidak usah tanya soal tebusan, yang penting bagaimana sanderanya bebas," kata Nurmantyo, di Markas Besar TNI, di Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu.
Menurut dia, "Hal yang seharusnya menjadi perhatian adalah keberhasilan dari upaya pembebasan yang telah dilakukan."
Pada kasus terakhir, dia berterima kasih kepada pemerintah Filipina dan Front Nasional Pembebasan Moro atau Moro National Liberation Front (MNLF) karena telah membantu Indonesia membebaskan ketiga sandera itu, yakni Lorence Koten, Theodorus Kopong, dan Emanuel.
"Saya sebagai panglima TNI mengucapkan terimakasih kepada pemerintah Filipina dan Angkatan Bersenjata Filipina. Yang melakukan upaya bersama-sama MNLF untuk membebaskan sandera," kata dia.
Jenderal bintang empat ini berharap enam ABK yang masih disandera kelompok Abu Sayyaf juga dapat segera bebas.
Sesaat setelah mendarat di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu malam, Ryacudu mengatakan, pembebasan tiga WNI merupakan hasil koordinasi pemerintah Filipina dan Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nur Misuari yang membantu proses negosiasi pemerintah dengan Abu Sayyaf.
Mirip dengan Nurmantyo, bekas kepala staf TNI AD ini juga menegaskan tidak ada uang tebusan dari pemerintah yang dibayarkan kepada Abu Sayyaf dalam proses pembebasan ini.
"Yang jelas pemerintah Indonesia dan Filipina tidak boleh mengeluarkan satu sen pun untuk tebusan. Kalau pun ada (uang) dari pihak keluarga atau simpatisan untuk operasional pembebasan di sana ya mungkin saja, tetapi saya tidak tahu dan tidak mau tahu," ujarnya.