Organisasi Kegawatdaruratan Kesehatan "Medical Emergency Rescue Committee" (MER-C) Indonesia terus melangkah dengan aksi membantu sesama melalui jalur kesehatan, yang nota bene berdimensi kemanusiaan.
Menggandeng Palang Merah Indonesia (PMI) dan juga Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), serta didukung pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri, kali ini MER-C menggagas pembangunan Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Myaung Bwe, Mrauk U, kawasan Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Myanmar, salah satu negara anggota Perhimpunan Bangsa Bangsa se-Asia Tenggara (ASEAN), saat ini sedang dilanda krisis dan konflik, yang menyangkut etnik Muslim di Rohingnya.
Sebelum akhirnya menjadi gerakan bersama untuk membangun RSI di Myanmar, MER-C Indonesia -- yang membangun RS sejenis di Gaza, Palestina pada 2015, sudah menggagas apa yang disebut sebagai "Indonesia Health Center".
Kala itu, Ketua Tim ke-3 MER-C untuk Myanmar dr Yoserizal Jurnalis SpOT kepada Antara menjelaskan bahwa Pemerintah Negara Bagian Rakhine, Myanmar, telah menyediakan sebidang lahan, tepatnya di wilayah Mrauk U, untuk pembangunan sarana kesehatan ini.
Tim ke-3 MER-C untuk Myanmar itu berperan atas fasilitasi KBRI Yangon yang bergerak ke Minbya pada Jumat (28/8).
Mereka bergerak setelah melakukan serah terima antuan ambulans untuk masyarakat Rakhine dari Sittwe, Ibu Kota Negara Bagian Rakhine.
Kunjungan itu dilakukan untuk meninjau dan memastikan rencana lokasi pembangunan "Indonesia Health Center" yang telah mendapat respons positif dari pemerintah Myanmar.
Selain meninjau lahan untuk "Indonesia Health Center", Tim MER-C didampingi oleh Staf KBRI Yangon dan Staf Pemerintah Negara Bagian Rakhine juga mengunjungi bantuan sekolah yang telah dibangun oleh Pemerintah ndonesia di Minbya,
Pada Februari 2015, MER-C dengan donasi dari rakyat Indonesia telah menyumbangkan dua unit "genset" untuk membantu kegiatan belajar mengajar di sekolah ini.
Tim menuju pelabuhan di Sittwe, karena perjalanan ke Linbya harus melalui sungai dan delta sungai menggunakan "speedboat" selama kurang lebih tiga jam.
Tujuan pertama tim adalah mengunjungi sekolah antuan dari pemerintah Indonesia.
Ada dua unit sekolah yang telah dibangun Pemerintah Indonesia di wilayah Minbya. Satu sekolah khusus untuk Buddha dan satu sekolah khusus untuk Muslim dengan jarak keduanya sekitar 500 meter. Masing-masing bangunan sekolah terdiri atas dua lantai.
"Anak-anak, baik di sekolah Budha maupun Muslim terlihat ceria menyambut kedatangan tim," katanya.
Dari Minbya, tim bersama staf KBRI Yangon dan staf Pemerintahan Rakhine melanjutkan perjalanan menuju Mrauk U yang ditempuh dengan menggunakan enam kendaraan "jeep". Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam, tim tiba di Mrauk U.
Daerah ini pun masih terlihat porak poranda pasca-terjangan bencana banjir.
Antara desa Muslim bernama Site, yang berpenduduk sekitar 650 jiwa dan desa Budha bernama Nanja berpenduduk sekitar 1.700 jiwa, Pemerintah Negara Bagian Rakhine telah menyiapkan sebidang lahan seluas 4.000 meter persegi untuk lokasi pembangunan "Indonesia Health
Center".
Lokasinya cukup strategis karena dapat diakses dengan dua sarana moda transportasi, yaitu di pinggir jalan raya Yangon-Sittwe dan di bagian belakangnya terdapat sungai besar yang berfungsi sebagai sungai transportasi. Di Rakhine State, seluruh tanahnya adalah milik negara.
"Yang mengusulkan lokasi adalah pemerintah Negara Bagian Rakhine," katanya.
Setelah mempertimbangkan lokasi lahan yang cukup strategis dan wilayah ini pun adalah wilayah pasca-bencana yang masih sangat membutuhkan adanya sarana kesehatan, maka Tim MER-C langsung melakukan proses pembebasan lahan dengan membayar ganti rugi kepada para petani penggarap.
Saat itu juga, proses pembayaran kepada tiga orang petani penggarap lahan sebesar 1,6 juta kyat atau sebesar Rp17,6 juta langsung dilakukan di kantor pemerintah daerah setempat.
Mengenai pertimbangan lokasi di Mrauk U, karena di daerah itu ada komunitas Budha dan Muslim yang bisa hidup berdampingan, walaupun ada juga "internal displacement".
Sekolah Indonesia di Minbya juga menjadi sarana berbaur masyarakat Budha dan Muslim.
"Kita berharap 'Indonesia Health Center' pun demikian dan akan menjadi bagian dari 'humanitarian politics' MER-C berikutnya untuk masalah konflik di Myanmar," kata Jose Rizaljurnalis.
Bersinergi
Dalam perkembangannya, setelah berkembang menjadi wacana membangun sebuah RS, kemudian dilakukan sinergi dengan berbagai pihak, yakni PMI dan Walubi
Anggota Presidium MER-C Indonesia dr Sarbini Abdul Murad menjelaskan bahwa sinergi yang dibangun antarpihak secara umum berlangsung baik, meski sempat terjadi dinamika.
Seperti dilansir dari laman
http://www.wapresri.go.id/jembatani-kerjasama-mer-c-dan-walubi-bangun-rumah-sakit-di-myanmar/ menurut dia, ketika bertemu Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla di
kantor Wakil Presiden, Merdeka Utara, Senin, (13/6/2016) untuk menyampaikan rencana MER-C membangun rumah sakit di Myanmar untuk menolong para pengungsi etnis Rohingya itu membutuhkan bantuan pemerintah.
Meski udah membeli tanah 4.000 meter persegi di Myanmar, lokasinya di tengah-tengah antara penduduk Muslim dan Budha, di Rakhine, namun, MER-C tidak dapat langsung membangun sendiri rumah sakit tersebut, karena semua fasilitas pembangunan harus melibatkan pemerintah Myanmar.
Dengan adanya peraturan itu, Sarbini menjelaskan, MER-C berharap dapat membuka kerja sama dengan umat Budha di Indonesia untuk pembangunan rumah sakit itu, karena mayoritas penduduk Myanmar beragama Budha.
"Sebenarnya sudah ada pembicaraan awal dengan beberapa Bhiksu Budha, dan mendapat respon positif, namun belum begitu dengan Walubi. Mohon Pak Wapres membantu hubungkan," kata Sarbini menceritakan perjalanan gagasan mewujudkan RSI di Myamnar itu.
Wapres yang juga Ketua Umum PMI langsung menyanggupi dan seketika itu juga menelepon Ketua Umum Walubi Siti Hartati Murdaya untuk membicarakan persoalan tersebut.
Siti Hartati menyanggupi untuk bertemu dan membahasnya dengan pemerintah dan MER-C.
Wapres mengapresiasi inisiatif dan upaya yang dilakukan oleh MER-C, dan berjanji membantu untuk merealisasikannya.
Kerja sama dengan umat Budha diharapkan dapat menjadi contoh yang baik mengenai toleransi dan harmonisasi antarumat beragama di Indonesia kepada dunia internasional, terutama Myanmar.
Tanggapi positif
Gagasan pembangunan RSI di Myanmar itu juga mendapat tanggapan positif dari Duta Besar (Dubes) Myanmar untuk Indonesia, Ei Ei Khin Aye.
Ketika menerima delegasi MER-C Indonesia pada 23 November 2017, yang diwakili oleh dr Yogi Prabowo, SpOT, dr Hadiki Habib, SpPD dan Rima Manzanaris apresiasi itu disampaikan.
Dubes Myanmar untuk Indonesia memberikan apresiasi dan tanggapan positif atas pembangunan rumah sakit bantuan dari rakyat Indonesia itu.
Seiring perjanjian repatriasi antara Myanmar dan Bangladesh, Dubes Ei Ei Khin Aye berpandangan bantuan pelayanan kesehatan yang ditawarkan MER-C juga akan sangat dibutuhkan dalam proses ini nantinya.
Dubes menyatakan akan mengoordinasikan hal ini dengan pihak-pihak terkait di Myanmar.
Pada pertemuan itu tim MER-C menyampaikan mengenai sejarah dan perkembangan pembangunan RSI di Myanmar yang sudah memasuki tahap pembangunan bangunan utama rumah sakit.
Menurut manajer lapangan RSI di Myamnar Ir Nur Ikhwan Abadi, pekerjaan pembangunan bangunan utama RS berukuran sekitar 2.100 meter persegi saat ini dalam tahap penggalian pondasi dengan perkembangan mencapai lebih 50 persen.
Lebih dari 100 pondasi sudah selesai dari 200 pondasi yang direncanakan. Pondasi yang sudah dicor sampai saat ini mencapai 10 titik.
Para pekerja lokal yang terdiri umat Muslim dan Budha saat ini masih terus merakit besi-besi untuk pondasi, galian pondasi dan pengecoran lantai kerja (lean conrete) untuk lubang pondasi yang sudah selesai, tambahnya.
Tidak ada kendala berarti dalam proses pembangunan RS, baik material maupun hal lainnya, sepekan lalu besi-besi sudah datang lagi 7 ton. Batu dan pasir juga baru masuk 10 truk.
Meskipun sempat ada informasi temuan tiga bom di Mrauk U beberapa hari sebelumnya, bahkan satu bom sempat meledak yang menargetkan salah seorang menteri saat sedang lewat di Mrauk U, namun hal ini juga tidak mempengaruhi proses pembangunan.
"Kami sempat didatangi petugas keamanan setempat untuk ditanya identitas dan izin, namun Alhamdulillah kejadian ini tidak mengganggu proses pembangunan, dan pembangunan RS Indonesia tetap berjalan," kata Nur Ikhwan Abadi.