New York (ANTARA) -
Produksi di Arab Saudi, eksportir minyak utama dunia dan pemimpin de facto dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), akan meningkat pada Mei, tetapi itu tidak terkait dengan sanksi Iran, kata sumber tersebut.
Sumber itu mengatakan produksi Saudi pada Mei juga akan tetap dalam target produksinya di bawah kesepakatan pemotongan pasokan OPEC+, yang telah memimpin pengurangan pasokan global sejak awal tahun ini, bertujuan menopang harga minyak mentah. Kelompok ini dijadwalkan bertemu pada Juni untuk membahas kebijakan produksi.
Amerika Serikat pada Senin (22/4/2019) meminta para pembeli menghentikan pembelian minyak Iran pada 1 Mei atau menghadapi sanksi-sanksi, mengakhiri enam bulan keringanan yang memungkinkan delapan pembeli terbesar Iran, kebanyakan dari mereka di Asia, untuk terus mengimpor dalam volume terbatas.
Presiden AS Donald Trump mengatakan ia yakin Arab Saudi dan Uni Emirat Arab akan memenuhi janji mereka untuk mengimbangi perbedaan di pasar minyak, kata seorang pejabat AS kepada wartawan, Senin (22/4/2019).
"Saudi tidak bergegas mengisi apa yang bisa menjadi kesenjangan pasokan substansial di pasar," kata John Kilduff, mitra di Again Capital Management LLC. "Pasar telah menjadi ketat secara global selama beberapa bulan terakhir, terutama karena upaya Arab Saudi."
Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Juni naik 0,75 dolar AS atau 1,1 persen, menjadi menetap pada 66,30 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, setelah mencapai puncak harian 66,60 dolar AS per barel, tertinggi sejak 31 Oktober.
Sementara itu, dikutip dari Reuters, minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni naik 0,47 dolar AS atau 0,6 persen, menjadi ditutup pada 74,51 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Acuan global Brent sebelumnya menyentuh 74,73 dolar AS per barel, level yang tidak terlihat sejak 1 November.
Sebelum penerapan kembali sanksi-sanksi tahun lalu, Iran adalah produsen terbesar keempat di antara anggota OPEC dengan produksi sekitar tiga juta barel per hari (bph), tetapi ekspor April menyusut menjadi di bawah satu juta barel per hari, menurut data kapal tanker dan sumber-sumber industri.
Struktur pasar untuk minyak mentah AS berubah pada Senin (22/4/2019), dengan perdagangan bulan depan pada premi ke bulan berikutnya. Tren, yang dikenal sebagai backwardation (pembelian kontrak berjangka dengan harga lebih rendah dari biaya kontrak dengan penyerahan aset), meningkat pada Selasa (23/4/2019) dengan premi terbesar sejak Desember.
Brent juga dalam backwardation, mencapai premi bulan depan tertinggi dalam tiga minggu.
"Backwardation adalah indikasi dari apa yang sebenarnya mendorong hal-hal itu," kata Again's Kilduff.
Premi untuk minyak mentah bulan depan menunjukkan kendala pasokan langsung dianggap sebaiak keterbatasan waktu, mengingat kemampuan Arab Saudi untuk memanfaatkan kelebihan kapasitas, katanya.
China, pelanggan terbesar Iran dengan impor sekitar 585.400 barel per hari minyak mentah tahun lalu, secara resmi mengadu ke Washington mengenai langkah tersebut, yang menurut juru bicara kementerian luar negeri China "akan berkontribusi terhadap volatilitas di Timur Tengah dan di pasar energi internasional."
Langkah untuk meningkatkan tekanan terhadap Iran terjadi di tengah sanksi-sanksi lain yang telah diberikan Washington kepada ekspor minyak Venezuela dan ketika pertempuran mengancam mengganggu ekspor Libya.
Persediaan minyak mentah AS naik lebih dari yang diperkirakan minggu lalu, sementara persediaan bensin meningkat dan stok sulingan turun, data dari kelompok industri American Petroleum Institute (API) menunjukkan pada Selasa (23/4/2019).
Persediaan minyak mentah AS naik 6,9 juta barel dalam sepekan hingga 19 April menjadi 459,6 juta barel, dibandingkan dengan ekspektasi analis untuk kenaikan 1,3 juta barel. Stok minyak mentah di Cushing, Oklahoma, pusat pengiriman turun 389.000 barel, kata API.
Baca juga: Harga minyak di perdagangan Asia melayang menuju tertinggi 2019
Baca juga: Menteri Iran: politisasi minyak oleh AS kesalahan fatal