Baghdad (ANTARA) - Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi pada Minggu mendesak massa agar membantu memulihkan kehidupan normal di seluruh negeri dan menyebutkan kerusuhan telah merugikan ekonomi "miliaran dolar".
Lebih dari 250 orang meninggal sejak aksi protes di Baghdad dan wilayah selatan yang meletus pada awal Oktober, dipicu oleh ketidakpuasaan atas kesulitan ekonomi dan praktik korupsi.
Baca juga: Presiden baru Irak tunjuk Adel Abdul Mahdi jadi perdana menteri
Melalui pernyataan yang dirilis pada Minggu malam, Abdul Mahdi mengatakan aksi protes yang "mengguncang sistem politik" telah mencapai tujuannya dan harus dihentikan agar tidak berdampak pada aktivitas ekonomi dan pergadangan negara.
"Mengancam kepentingan minyak dan memblokade jalan menuju pelabuhan Irak menyebabkan kerugian besar miliaran dolar lebih," kata Abdul Mahdi, memperingatkan bahwa kerusuhan itu membuat harga-harga barang melambung.
Baca juga: 74 tewas dalam protes anti-pemerintah Irak
Kegiatan operasional di pelabuhan Teluk utama Irak, Umm Qasr di dekat kota kaya akan minyak Basra, yang menerima sejumlah besar impor biji-bijian, minyak nabati dan gula, lumpuh sejak Rabu.
Ribuan pengunjuk rasa memblokade semua jalan menuju pelabuhan. Polisi pada Sabtu menggunakan gas air mata dan tembakan langsung guna berupaya membubarkan massa dan membuka blokade jalan menuju pelabuhan. Namun, tindakan aparat tidak berhasil memaksa massa pergi.
Baca juga: Rakyat Irak turun ke jalan buat protes terbesar sejak kejatuhan Saddam
Aksi protes tersebut merusak stabilitas selama dua tahun di Irak.
Meski negara itu memiliki minyak yang melimpah tetapi banyak rakyat yang hidup di garis kemiskinan dengan terbatasnya akses untuk air bersih, listrik, layanan kesehatan atau pun pendidikan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Irak rombak kabinet karena marak korupsi
Rugi miliaran dolar, PM Irak desak aksi protes dihentikan
Senin, 4 November 2019 9:50 WIB