Jambi (ANTARA) - Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) seringkali dianggap sebagai pahlawan ekonomi karena kontribusi mereka yang besar terhadap lapangan pekerjaan, pengembangan ekonomi, serta pemberdayaan masyarakat.
UMKM memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia dan menurut data Bank Indonesia, UMKM memberikan sumbangan besar terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 61,1 persen, penyerapan tenaga kerja 97,1 persen dan menyumbang nilai ekspor sebesar 14,4 persen.
Meski UMKM memiliki peran yang penting, bukan berarti para pelakunya mendapatkan 'karpet merah' ketika berusaha. Mereka harus tertatih-tatih untuk mendapatkan modal kerja, bahkan tersungkur dalam badai persaingan pasar global.
Kondisi ini yang disadari pemerintah baru Prabowo-Gibran yang mengusung ekonomi kerakyatan. Tepat 18 hari setelah pelantikan menjadi Presiden dan Wakil Presiden, Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah dalam bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kelautan serta UMKM lainnya.
Hadirnya PP ini menjadi solusi bagi UMKM yang gagal membayar ansuran selama bertahun-tahun terutama di bank anggota Himbara. Ibaratnya, pemerintah ingin menyembuhkan pelaku UMKM yang sakit sehingga sektor ini terakselerasi dan terstimulus karena adanya tambahan 'tenaga baru' dan munculnya semangat ekonomi kerakyatan atas adanya keberpihakan pemerintah.
Kementerian BUMN mencatat saat ini kredit macet UMKM di bank-bank BUMN mencapai Rp8,7 triliun. Secara teknis, nantinya perbankan hanya menghapus catatan piutang dalam pembukuannya karena sudah memiliki payung hukumnya.
Sementara Kementerian UMKM memperkirakan total utang yang akan dihapuskan mencapai Rp1 triliun dari satu juta pelaku UMKM. Sekali lagi, dana penghapusan utang itu tidak diambil dari APBN tapi dengan langsung penghapusan buku piutang di perbankan.
Namun, patut menjadi perhatian bahwa penghapusan tak akan diberlakukan untuk semua UMKM karena kebijakan ini hanya akan menyasar golongan masyarakat yang memenuhi syarat dan kualifikasi tertentu.
Pertama, masyarakat yang terdampak bencana, seperti usaha yang terpengaruh COVID-19. Kedua, penghapusan utang akan diberikan kepada para pelaku-pelaku UMKM yang bergerak di sektor pertanian dan perikanan yang notabene memang sudah tidak memiliki kemampuan bayar, serta sudah jatuh tempo. Dan ketiga, besaran utang yang dihapuskan, ditetapkan maksimal Rp500 juta untuk usaha dan Rp300 juta untuk perorangan.
Terlepas dari berbagai ketentuan itu setidaknya rakyat mendapati fakta adanya keberpihakan pemerintah baru terhadap pelaku UMKM. Perhatian kepada UMKM yang mungkin dirasakan setengah hati kini diharapkan beralih menjadi setulus hati.
Para pelaku UMKM masih menunggu langkah lanjutan dalam pengembangan UMKM oleh pemerintahan baru Prabowo-Gibran.
Naik kelas
Berbagai riset dan penelitian tentunya telah memetakan beragam persoalan yang dihadapi UMKM. Jika disimpulkan terdapat empat hal utama yakni kurangnya akses terhadap permodalan, rendahnya kualitas sumber daya manusia dan lemahnya akses pasar serta minimnya inovasi.
Persoalan klasik ini sudah terjadi selama puluhan tahun, dan solusinya pun sudah diketahui yakni tak lain dan tak bukan berupa pemberian pendampingan.
Program pendampingan ini sudah dilakukan pemerintahan sebelumnya, seperti membuat kluster UMKM untuk membuat ekosistem usaha hingga mendampingi secara langsung usaha-usaha yang sebenarnya masih kategori inkubator.
Namun diakui hasil yang diperoleh belum maksimal atau belum sesuai harapan jika merujuk pada negara-negara yang sukses membangun usaha mikro kecil dan menengah, seperti China, Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Swedia, Belanda, Korea Selatan dan Thailand.
Adanya langkah pemerintah baru yang mengeluarkan PP penghapusan utang UMKM ini diharapkan semakin memberikan ekosistem positif ke pelaku usaha.
Beberapa poin utama yang diusung oleh Prabowo terutama dalam konteks visi dan misi yang ditawarkan pada saat kampanye Pemilu jika dicermati merupakan solusi agar UMKM dapat berkembang hingga 'naik kelas' menjadi usaha besar.
Langkah-Langkah yang diprogramkan diantaranya memberikan akses pembiayaan yang lebih mudah yakni mempermudah pelaku UMKM mendapatkan pinjaman dengan bunga yang lebih rendah dan prosedur yang lebih sederhana, guna mendukung pertumbuhan usaha mereka.
Kemudian, penyederhanaan regulasi karena regulasi yang kompleks seringkali menjadi kendala bagi UMKM. Oleh karena itu, Prabowo berkomitmen untuk menyederhanakan birokrasi dan regulasi yang ada agar UMKM bisa lebih cepat berkembang tanpa terkendala oleh administrasi yang rumit.
Lalu, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yakni dengan cara getol memberikan pendidikan dan pelatihan untuk para pelaku UMKM sehingga kapasitas SDM di sektor UMKM semakin terkerek. Dan, tak kalah penting, digitalisasi UMKM yakni pelaku didorong melek teknologi digital dalam operasional dan pemasaran produk sehingga dapat menjangkau pasar yang lebih luas, baik lokal maupun global.
Prabowo juga menjanjikan pemanfaatan pasar global untuk mendukung UMKM untuk memanfaatkan peluang pasar internasional. Program ini mencakup penyederhanaan prosedur ekspor, serta memberikan akses ke pasar-pasar global melalui platform digital atau kerja sama bilateral dengan negara-negara lain.
Kemudian, melibatkan pemerintah daerah dalam pemberdayaan UMKM, baik melalui kebijakan yang mendukung perkembangan sektor ini di tingkat lokal, maupun pengembangan infrastruktur yang memudahkan UMKM berkembang.
Dan tak kalah penting, perlindungan dan pengembangan pasar dalam negeri yakni mencakup upaya untuk melindungi UMKM dari praktik perdagangan yang tidak fair, serta mendorong konsumsi produk-produk lokal. Serta, bantuan modal dan kredit untuk UMKM melalui lembaga keuangan mikro sehingga diharapkan semakin banyak pelaku UMKM yang bisa mendapatkan dukungan untuk memperluas usaha mereka.
Pemerintah perlu membantu pemasaran produk UMKM ke luar negeri dengan membantu meningkatkan kualitas produk UMKM, memperbanyak membiayai pameran di luar negeri atau membuat ajang pertemuan pelaku UMKM dengan pembeli dari luar negeri.
Dengan begitu sektor UMKM menjadi lebih maju, mandiri, dan berdaya saing baik di pasar domestik maupun internasional.
Jika langkah ini benar-benar direalisasikan maka UMKM 'naik kelas' menjadi keniscayaan.