Lebak (ANTARA) - Pengamat politik Harist Hijrah mengingatkan politik dinasti dan dinasti politik yang berkembang di daerah-daerah di Tanah Air sangat menghambat proses dan iklim demokrasi dan tidak ada manfaatnya bagi masyarakat.
"Kami menilai politik dinasti maupun dinasti politik itu justru menghambat iklim demokrasi," kata dosen Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Setia Budhi Rangkasbitung saat dihubungi di Lebak, Senin.
Selama ini, ada dua pengertian politik dinasti dan dinasti politik yang berbeda dan berkembang di daerah-daerah di Tanah Air.
Pengertian politik dinasti itu, katanya pula, mereka memaksakan tampuk kekuasaan yang memegang posisi-posisi strategis dapat dilanjutkan oleh anggota keluarganya.
Sedangkan, kata dia lagi, dinasti politik hanya menurunkan kekuasaan kepada kerabat-kerabatnya.
Sebetulnya, tujuan dinasti politik dan politik dinasti hanya memperebutkan sumber daya, karena jika kekuasaan itu di sekitarnya maka dapat leluasa untuk menggunakan kekuasaan itu.
Ironisnya, kata dia, mereka amat disayangkan jika tampuk kekuasaan diserahkan kepada orang lain.
"Saya kira politik dinasti maupun dinasti politik tidak ada manfaatnya bagi masyarakat. Justru menghambat iklim demokrasi. Kenapa menghambat, kok keluarga-keluarga itu lagi. Apa tidak ada orang lain yang lebih berkualitas," ujar dosen Untirta itu pula.
Menyinggung politik dinasti dan dinasti politik masih berkembang di daerah-daerah, menurutnya, karena masih ada iklim budaya kultural patron. Budaya ini masih kuat jika keluarganya itu berwibawa dalam memegang tampuk kekuasaan.
Karena itu, katanya lagi, hal wajar politik dinasti dan dinasti masih berkembang di daerah-daerah, namun di kota-kota sudah tidak berlaku.
"Saya kira dinasti politik dan politik dinasti itu kembali juga ke masyarakat sebagai pemilih," katanya pula.
Politik dinasti hambat iklim demokrasi
Senin, 24 Februari 2020 19:22 WIB