Jakarta (ANTARA) - Kepala Polda Sulawesi Tenggara, Inspektur Jenderal Polisi Merdisyam, mengatakan tersangka Ruslan Buton dibawa ke Jakarta untuk menjalani proses hukum karena kasusnya ditangani Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia.
Orang yang dia maksud itu adalah tersangka dalam kasus ujaran kebencian.
Sebelumnya Satuan Tugas Khusus Merah Putih bersama Polda Sulawesi Tenggara dan Polres Buton menangkap Ruslan Buton di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, Kamis (28/5).
Baca juga: Kapolda Sultra: Ruslan Buton kooperatif saat ditangkap polisi
Ia ditangkap setelah membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo dalam bentuk rekaman suara pada 18 Mei 2020 dan kemudian rekaman suara itu menjadi viral di media sosial.
Dalam rekamannya, dia mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut Buton, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah bila Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
"Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat," tutur dia, dalam rekaman suaranya.
Dari hasil pemeriksaan awal, dian mengaku rekaman suara yang meminta Jokowi mundur itu adalah suaranya sendiri.
Usai merekam suara, dia kemudian menyebarkannya ke grup WhatsApp Serdadu Eks Trimatra hingga akhirnya viral di media sosial.
Dalam kasus ini, barang bukti yang disita polisi yakni satu ponsel pintar dan satu KTP milik dia.
Buton merupakan mantan perwira menengah TNI AD di Batalion Infantri Raiders Khusus 732/Banau di wilayah kerja Korem 152/Baabullah di Jailolo, Maluku Utara, dengan pangkat terakhirnya kapten dari Korps Infantri. Ketika menjabat sebagai komandan kompi sekaligus komandan Pos Satgas SSK III Batalion Infantri Raiders Khusus 732/Banau, dia terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017.
Pengadilan Militer III/18 Ambon memutuskan hukuman satu tahun 10 bulan penjara dan pemecatan dia dari dinas aktif TNI AD pada 6 Juni 2018 lalu.
Setelah dipecat, dia membentuk kelompok mantan prajurit TNI AD, TNI AL, dan TNI AU, yang disebut Serdadu Eks Trimatra Nusantara. Di kelompok ini, dia mengaku sebagai panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara.