Jakarta (ANTARA) - Keseimbangan atau jalan tengah diperlukan untuk mengatasi krisis kesehatan dan ekonomi yang diderita 215 negara di dunia termasuk Indonesia akibat pandemi COVID-19.
Oleh sebab itu penanganan terhadap dua krisis ini harus dilakukan seimbang. Pemulihan kegiatan ekonomi tidak bisa mengesampingkan kesehatan masyarakat. Begitu pula upaya menjaga kesehatan masyarakat dapat dilakukan paralel dengan memulihkan secara bertahap kegiatan ekonomi.
Kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan menjadi vaksin sementara agar masyarakat dapat meminimalkan risiko terpapar COVID-19 namun tetap bisa berkegiatan produktif.
Presiden Joko Widodo menganalogikan penanganan krisis ekonomi dan kesehatan seperti mengemudikan kendaraan dengan keseimbangan menginjak pedal rem dan gas agar kendaraan stabil.
“Tidak bisa kita gas di urusan ekonomi tetapi kesehatannya menjadi terabaikan. Tidak bisa juga kita konsentrasi penuh di urusan kesehatan tetapi ekonominya menjadi sangat terganggu,” ujar Presiden dalam lawatan kerja perdananya ke daerah di masa adaptasi normal baru atau kebiasaan baru.
Dalam laporan terbarunya akhir Juni 2020 ini, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memperkirakan ekonomi global akan minus 4,9 persen untuk tahun ini, sementara Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi ke minus 0,3 persen.
Prediksi IMF itu bahkan lebih moderat jika dibandingkan perkiraan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang mengasumsikan ekonomi dunia akan terkontraksi hingga minus 5,2 persen.
Penurunan pendapatan perkapita di negara maju dan berkembang tidak bisa terhindarkan seiring masih diterapkannya pembatasan aktivitas (lockdown) untuk menghindari penyebaran COVID-19.
Presiden Jokowi bahkan menyebut dunia akan menanggung beban lebih besar pada krisis kali ini dibanding depresi besar pada 1930 (The Great Depression).
Tekanan ekonomi dan kesehatan ini juga masih berpeluang menjadi lebih berat karena banyak negara di dunia belum mencapai puncak pandemi, dan sebagian lainnya baru menghadapi gelombang kedua COVID-19.
Negara-negara di dunia harus mencari keseimbangan yang tepat dalam merespons pandemi ini agar tidak mengorbankan kesehatan dan ekonomi.
“Oleh sebab itu dalam mengelola manajemen krisis ini, rem dan gas ini harus betul-betul seimbang. Tidak bisa kita gas di urusan ekonomi tetapi kesehatannya menjadi terabaikan. Tidak bisa juga kita konsentrasi penuh di urusan kesehatan tetapi ekonominya menjadi sangat terganggu,” ujar Presiden.
Upaya untuk mencari keseimbangan dalam menghadapi krisis kesehatan dan ekonomi dapat dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan secara disiplin. Protokol kesehatan menjadi prasyarat mutlak agar masyarakat dapat aman dan produktif dalam berkegiatan.
Dalam lawatan kerjanya ke Jawa Timur, Kamis (25/6), Presiden juga ingin menunjukkan penerapan ketat protokol kesehatan. Dia selalu mengenakan masker, dan pelindung wajah (face shield), berjaga jarak serta selalu mencuci tangan. Seluruh rombongan yang mengikuti lawatan kerja Presiden pun harus menjalani uji cepat (rapid test) guna membuktikan hasil nonreaktif COVID-19.
Di Jawa Timur yang kini menjadi episenterum virus corona di Tanah Air, Presiden memantau penanganan COVID-19 di Surabaya. Setelah itu, Presiden juga mengunjungi Kabupaten Banyuwangi untuk meninjau persiapan prakondisi normal baru. Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten yang bukan termasuk zona merah di provinsi paling timur Pulau Jawa itu.
Prakondisi normal baru
Masa transisi dari kegiatan terbatas menuju tatanan normal baru tidak bisa dilakukan sembrono. Protokol seperti penggunaan masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan adalah tatanan normal baru yang harus menjadi kebiasaan dan tak boleh terlewatkan oleh masyarakat.
Maka dari itu terdapat tahapan prakondisi sebelum daerah benar-benar memasuki tatanan kehidupan normal baru.
Prakondisi ini menjadi kewajiban bagi daerah yang ingin menerapkan tatanan normal baru.
Presiden Jokowi juga meminta daerah tidak terburu-buru menerapkan prakondisi normal baru. Setiap daerah memiliki potensi dan karakteristik yang berbeda. Maka dari itu, setiap daerah perlu memetakan sektor yang menjadi prioritas untuk menuju prakondisi normal baru.
“Sektor mana dulu yang harus dibuka yang menjadi prioritas bukan langsung semuanya. Kita memang harus melalui tahapan-tahapan sehingga tadi saya sampaikan gas dan remnya ini harus pas betul. Sektor yang memiliki risiko rendah tentu saja didahulukan, sektor yang memiliki risiko sedang tentu saja dinomorduakan,” ujar Presiden.
Presiden menilai Kabupaten Banyuwangi layak menjadi contoh bagi daerah lain dalam menerapkan prakondisi normal baru di sektor pariwisata.
Dalam kunjungannya Kamis (25/6) lalu, Presiden melihat langsung pantai dan Vila So Long serta Hotel Dialoog, yang merupakan destinasi wisata di Banyuwangi. Presiden juga meninjau Pasar Pelayanan Publik Rogojampi yang menerapkan protokol kesehatan.
“Saya melihat secara langsung persiapan prakondisi Banyuwangi menuju ke tatanan baru new normal di sektor pariwisata. Saya melihat di lapangan Banyuwangi adalah daerah yang saya lihat paling siap menuju ke sebuah prakondisi menuju ke sebuah normal baru,” ujar Jokowi.
Beberapa hal yang perlu dicontoh dari Banyuwangi adalah penerapan teknologi untuk mengatur kapasitas destinasi wisata. Wisatawan yang nantinya akan mengunjungi satu destinasi tertentu diharuskan untuk memesan tiket secara daring.
Sistem tersebut secara otomatis akan menolak pesanan tiket jika kapasitas destinasi tersebut telah mencapai batas kunjungan sesuai protokol jaga jarak aman.
Pemerintah setempat juga melakukan sertifikasi dan uji kompetensi protokol kesehatan bagi para pemandu wisata dengan melibatkan ahli kesehatan. Para pemandu juga akan dilatih secara khusus untuk menerapkan protokol kesehatan.
Selain itu, sektor pariwisata di Banyuwangi juga melibatkan dan memberi porsi kepada masyarakat setempat untuk turut bergerak mendukung sektor pariwisata. Misalnya, usaha hotel-hotel bertaraf bintang tiga ke bawah seperti rumah singgah (homestay) hanya diperuntukkan bagi warga setempat.
Sedangkan usaha untuk hotel di atas bintang tiga, boleh dilakukan investor dari luar Kabupaten yang dijuluki The Sunrise of Java itu.
"Hotel-hotel misalnya bintang tiga ke bawah semuanya diberikan pada rakyat, yang bintang empat lima dan seterusnya diberikan kepada investor," kata Presiden.
Kunjungan presiden ke Banyuwangi secara simbolis ingin menunjukkan kepada daerah bahwa normal baru pariwisata dapat digerakkan dengan protokol kesehatan yang ketat.
Pariwisata alam di Banyuwangi menjadi contoh juga karena memberikan dampak positif bagi kesehatan fisik maupun psikologis bagi pelancong di masa pandemi.
Banyuwangi juga dipilih Jokowi untuk memulai prakondisi normal baru pariwisata karena bukan wilayah zona merah.
"Banyuwangi bergerak dari zona oranye ke kuning, bahkan berpeluang hijau. Untuk menjalankan ekonomi new normal harus diperhatikan. Jika bergerak ke merah lagi, maka new normal harus dikurangi," ujar Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang mendampingi Presiden Joko Widodo dalam lawatan ke Banyuwangi, Jawa Timur.
Pada akhirnya prakondisi normal baru tidak akan bisa berjalan optimal jika tidak dibarengi dengan kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan.
Kolaborasi antara seluruh pihak menjadi upaya paling efektif dalam menghadapi bencana nonalam terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia sejak kemerdekaan pada 1945.
Kepatuhan pada protokol kesehatan menjadi “vaksin” sementara agar masyarakat dapat terhindar dari bahaya COVID-19 dan dapat berkegiatan secara aman dan produktif. Dengan begitu tatanan normal baru tidak akan sia-sia. Keseimbangan antara penanganan krisis ekonomi dan kesehatan pun dapat terus berjalan.
Baca juga: Presiden apresiasi pelibatan masyarakat bangun pariwisata Banyuwangi
Baca juga: Presiden Jokowi tinjau prakondisi normal baru pariwisata di Banyuwangi
Baca juga: Kemarin, ultah Presiden tanpa perayaan hingga tes cepat di Surabaya