Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan pemerintah sedang menyiapkan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) secara permanen guna mengantisipasi bencana kabut asap.
Dia menyatakan sempat gemetar kemarin dalam Rakortas Karhutla 23 Juli karena harus dapat solusi permanen. "Jadi kita berpikir keras di era pandemi COVID-19 ini," ujarnya.
Ia mengatakan terdapat tiga jalur utama upaya pencegahan karhutla secara permanen yang sedang disiapkan tersebut. Jalur pertama, yakni pengendalian operasional, di mana pelaksanaannya dilakukan dengan membentuk satuan tugas terpadu, melakukan deteksi dini, menyiapkan Poskotis lapangan, melakukan kesiapan pemadaman melalui darat maupun udara, penegakan hukum, dan keterpaduan Masyarakat Peduli Api (MPA).
Baca juga: BMKG: Intensitas hujan daerah rawan karhutla mulai rendah
Baca juga: Kominfo berkolaborasi dengan KLHK cegah karhutla
Jalur kedua, pencegahan berdasarkan analisis iklim dan langkah, yang di dalamnya terdapat monitoring cuaca, analisis wilayah, dan dieksekusi dengan modifikasi cuaca.
Sebagai upaya pencegahan karhutla, menurut dia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) rata-rata menyiagakan tiga atau dua pesawat untuk di Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan untuk keperluan Teknologi Modifikasi Cuaca.
"Satu 'stand by' di Jawa, karena karhutla di sana kadang besar juga dan terjadi di puncak-puncak gunung yang sulit dijangkau," katanya.
Rotasi modifikasi cuaca tadi bisa dilakukan dengan mengidentifikasi kapan pada dasarnya kondisi gambut di sejumlah provinsi rawan karhutla mulai kering sehingga perlu dibasahi. Itu yang, menurut Siti, dilakukan untuk mencegah "duet maut" asap dan COVID-19 membahayakan masyarakat menjelang perayaan Lebaran 2020 lalu dengan membasahi gambut di Riau, Jambi dan Sumatera Selatan mengingat ada fase musim kering pertama di Riau.
Jalur ketiga, yakni pengelolaan lanskap. Hal tersebut dilakukan dengan melibatkan praktisi konsesi atau dunia usaha, pertanian tradisional, dan dilakukan pengendalian pengelolaan lanskap.
Pada 2015, Siti mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengidentifikasi sekitar 300-an entitas bisnis dan sekitar 240 di antaranya yang merupakan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan kelapa sawit dikontrol berkaitan pengendalian karhutla sampai ada yang masuk di peradilan. "Karena sebenarnya enggak suka juga mereka dikontrol. Tapi akhirnya mereka jadi lebih baik."
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, menurut dia, menjadi kontrol bagi korporat untuk ikut mencegah dan mengatasi karhutla.
"Kalau tidak mau ada sanksi dari paksaan, pembekuan, atau dicabut izinnya. Akhirnya mereka 'comply', ada yang 98 persen sampai yang paling kecil 86 persen," ucapnya.
Untuk pengelolaan gambut dilakukan terus, dan di luar konsesi dilakukan Badan Restorasi Gambut (BRG). Namun, yang sekarang masih perlu dieksplorasi solusinya, menurut dia, pertanian tradisional yang memakai cara bakar lahan.
Dari ketiga jalur tersebut, Siti mengatakan jalur operasional dan jalur lanskap memang masih ada yang kurang. Bagaimana di tingkat tapak masyarakat harus bisa mengontrol dirinya sendiri untuk ikut mencegah karhutla sehingga perlu kesadaran hukum bersama.
"Jadi partisipasi MPA tidak cukup, perlu kesadaran hukum bersama di masyarakat, sehingga di lapangan ada juga Kelompok Pengelola Hutan yang perlu di upgrade secara kelembagaannya. Tapi paling penting lagi mengajak champion-champion lokal untuk ikut kerja dalam satu sistem sehingga Gakkum (penegakan hukum), MPA, pertanian tradisional harus satu sistem kerja. Karena permintaan Presiden ada solusi permanen," ujar Siti.
Ia mengaku terus berkomunikasi dengan BNPB, TNI dan Polri untuk koordinasi penanganan karhutla tersebut. Setidaknya ada 11.000 lebih personil dari 738 regu Manggala Agni di berbagai daerah, dan ada pula satgas kahutla yang dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah, BRG, pemilik HTI dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
"Jadi ada pekerjaan rumah untuk membuat upaya pencegahan karhutla secara tersistem sebagai solusi permanen. Sekarang sudah dan sedang berjalan, termasuk soal penyempurnaan sistem pencegahan dengan TMC, jadi jika ada kode bisa langsung jalan," kata Siti.*
Baca juga: BRG: Pentingnya pencegahan dan penegakan hukum karhutla
Baca juga: BRG ingatkan ancaman karhutla di tengah pandemi COVID-19