Jakarta (ANTARA) - Terdakwa kasus penyebaran informasi hoaks dan ujaran kebencian terkait surat terbuka yang meminta Joko Widodo untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden R, Ruslan Buton didakwa empat pasal alternatif oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Dakwaannya berbentuk alternatif, empat pasal. Satu perbuatan ada empat pasal yang dilanggar," kata Ketua Tim JPU, Abdul Rauf.
Keempat pasal tersebut, pertama Pasal 45A ayat (2) jo. Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kedua, Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Baca juga: PN Jaksel agendakan pembacaan dakwaan untuk Ruslan Buton hari ini
Ketiga, Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Keempat, Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Dari empat pasal tersebut, Ruslan Buton terancam hukuman maksimal 10 tahun pidana penjara atau minimal lima tahun.
"Ancaman maksimal kurungan terberat ada di Pasal 14 ayat (1) itu 10 tahun, sedangkan Pasal 45A itu maksimal lima tahun," kata Rauf.
Usai pembacaan dakwaan, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Dedy Hemawan selaku hakim ketua ini, menutup dan menunda sidang selama dua pekan.
Baca juga: Istri Ruslan Buton hadiri sidang praperadilan
Sidang lanjutan kembali diagendakan pada Kamis 27 Agustus 2020 dengan agenda eksepsi dari terdakwa.
Ruslan Buton ditangkap oleh tim Bareskrim Polri bersama Polda Sultra dan Polres Buton di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5).
Dalam kasus ini, barang bukti yang disita polisi yakni satu ponsel pintar dan sebuah Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik Ruslan.
Bareskrim Polri kemudian menetapkan Ruslan Buton sebagai tersangka dalam kasus penyebaran informasi hoaks dan ujaran kebencian terkait surat terbuka yang meminta Joko Widodo untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI.
Ruslan pun langsung ditahan di Rutan Bareskrim per Jumat (29/5) selama 20 hari hingga 17 Juni 2020.
Baca juga: Pengacara Ruslan Buton kembali ajukan praperadilan ke PN Jaksel
Ruslan dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun.
Ruslan ditangkap setelah membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo dalam bentuk rekaman suara pada 18 Mei 2020 dan kemudian rekaman suara itu menjadi viral di media sosial.
Dalam rekamannya, Ruslan mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut Ruslan, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah bila Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
"Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat," tutur Ruslan dalam rekaman suaranya.
Usai merekam suara, pelaku kemudian menyebarkannya ke grup WhatsApp (WA) Serdadu Eks Trimatra hingga akhirnya viral di media sosial.
Baca juga: Ruslan Buton dipecat dari TNI karena tolak TKA China ke Maluku? Cek faktanya
Untuk diketahui, Ruslan Buton juga telah melakukan upaya hukum dengan mengajukan praperadilan sebanyak tujuh kali. Empat kali praperadilan yang diajukan atas nama dirinya (dua kali) beserta istri dan anaknya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sedangkan tiga permohonan praperadilan lanjutan yang diajukan sedang berproses di Pengadilan Negeri Jakarta Salatan.