Jambi (ANTARA) - Untuk menjaga keseimbangan ekosistem, keberadaan hutan sangat penting dalam kehidupan, baik untuk manusia serta flora dan fauna yang ada di dalam kawasan hutan.
Kawasan itu baik itu hutan negara maupun hutan adat yang terdapat di suatu daerah yang dikelola oleh masyarakat setempat atau masyarakat adat di mana hutan-hutan tersebut dilestarikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menjaga keseimbangan lingkungan.
Perhutanan sosial tersebut dapat di kelola dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat dan kemitraan hutan.
Provinsi Jambi memiliki hampir 334 ribu hektar lahan yang merupakan areal perhutanan sosial dari total 13.911.867 areal perhutanan sosial di Indonesia. Hal itu membuat Jambi memiliki potensi besar untuk menjadi yang terdepan dalam mengaplikasikan skema perhutanan sosial tersebut.
Dimana skema perhutanan sosial, salah satu langkah yang dilakukan untuk menghindari konflik di sekitar wilayah hutan. Program pemerintah ini juga dinilai mampu meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di sekitar area hutan.
Di Provinsi Jambi terdapat beberapa perusahaan perkebunan yang mengaplikasikan skema perhutanan sosial tersebut. Diantaranya PT Lestari Asri Jaya dan PT Wanamukti Wisesa yang berada di bawah induk perusahaan PT Royal Lestari Utama.
Baca juga: KTH Padukuhan Mandiri resmi kelola perhutanan sosial seluas 85 ha
Meningkatkan kesejahteraan
Kepala Bidang Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat dan Hutan Adat (PPMHA) Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Gushendra menjelaskan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan, perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilakukan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama.
Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.
Semangat perhutanan sosial diharapkan dapat memunculkan keadilan sosial dan menciptakan lapangan pekerjaan. Serta meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan.
Menurut Gushendra hutan harus mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan.
Dalam skema perhutanan sosial tersebut kawasan konservasi pengelola atau pemegang izin di kawasan konservasi wajib melaksanakan kerjasama kemitraan dengan mitra konservasi dalam rangka pelaksanaan perhutanan sosial di kawasan konservasi. Dimana hal tersebut sudah diatur dalam peraturan Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (K SDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Baca juga: Pakar: Perhutanan sosial jalan tengah atasi konflik lahan di Jambi
Kemitraan
Sejumlah perusahaan di Jambi turut mengaplikasikan skema perhutanan sosial dengan bermitra dengan masyarakat. Dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan hutan menjadi lestari.
Director of Corporate Affairs, Sustainability and HR PT Royal Lestari Utama (RLU), Yasmine Sagita menyatakan pihak RLU sudah melakukan banyak bentuk kemitraan dengan para petani di sekitar area operasional RLU, tepatnya di Kabupaten Tebo. Kemitraan kehutanan yang sudah dilakukan setidaknya sudah melibatkan 152 orang petani dari 9 kelompok tani hutan (KTH).
Kemitraan tersebut meliputi area hutan seluas 605 hektar. Bahkan 2 dari 9 KTH telah menerima Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup tentang Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (SK Kulin KK) dari Kementerian Kehutanan. Sementara 7 KTH lainnya sudah menandatangani naskah kesepakatan kerjasama (NKK).
Salah satu komoditi yang dikembangkan oleh masyarakat di daerah itu yakni produksi getah karet. Dimana rata-rata produksi karet dari KTH mencapai 595 kilogram per bulan per petani. Pada periode Januari hingga Mei 2021, hasil karet petani yang diserap perusahaan mencapai 93.920 kilogram.
Selain pola kerjasama kehutanan tersebut, PT RLU melalui PT LAJ dan PT WW juga melaksanakan program pembinaan terhadap petani lokal. Seperti mentoring budidaya karet produktif, akses pasar, mentoring pertanian terpadu serta kerjasama dengan koperasi karyawan.
Selain itu PT RLU turut melibatkan warga Suku Anak Dalam (SAD) dalam kemitraan perhutanan sosial yang mereka aplikasikan. Warga SAD yang berada di kawasan hutan yang di kelola PT RLU tersebut turut mendapatkan pendampingan dari pihak perusahaan. Dimana warga SAD tersebut dapat bertahan hidup melalui hasil hutan.
PT RLU turut memberikan bibit-bibit tanaman hutan yang memproduksi kebutuhan bagi warga SAD. Dengan harapan hutan menjadi lestari dan kebutuhan warga SAD di kawasan hutan tersebut tetap dapat terpenuhi.
Baca juga: Di Jambi, Presiden Jokowi borong produk petani
Hutan aset negara
Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Jambi Dr Forst Bambang Irawan mengatakan saat ini hutan merupakan aset terbesar negara. Sebab potensi hutan dan masyarakat sekitar hutan sangat besar. Baik itu secara ekonomis maupun terhadap pemberdayaan masyarakat.
Menurut Bambang Irawan, dengan hutan di Provinsi Jambi yang sangat luas, pemberdayaan ekonomi dan masyarakat dengan konsep perhutanan sosial akan sangat membantu peningkatan pendapatan domestik bruto (PDB) untuk daerah.
Sebab begitu banyak potensi-potensi yang terdapat di hutan yang mampu meningkatkan PDB suatu daerah. Salah satunya hasil dari perkebunan getah karet, dan jenis-jenis hasil hutan lainnya.
Keuntungan ekologis juga bisa di dapat dengan memberdayakan masyarakat melalui konsep perhutanan sosial tersebut. Maka dari itu penting untuk menjaga dan memberdayakan hutan dengan bijak.
Selain itu perlu diberikan penghargaan kepada perusahaan yang bisa mengaplikasikan konsep perhutanan sosial di kawasan kerjanya. Bambang Irawan melihat PT RLU telah mengaplikasikan konsep perhutanan sosial tersebut. Hal tersebut patut di apresiasi bahkan bisa menjadi contoh untuk perusahaan-perusahaan di Jambi bahkan di Indonesia.*
Baca juga: Presiden bagikan 91.998 hektar SK Perhutanan Sosial Jambi