Jambi (ANTARA) - Kabupaten Tanjungjabung Timur (Tanjabtim), Provinsi Jambi memiliki kawasan hutan gambut yang cukup luas dan keberadaan gambut itu merupakan anugerah sebagai kawasan dengan kandungan karbon bernilai tinggi.
Dari studi evaluasi dampak kebakaran gambut di Kabupaten Tanjabtim, yang dilakukan KKI Warsi bersama dengan Instiitut Pertanian Bogor pada 2015 lalu diketahui bahwa 164.056,6 ha atau 33,2 persen wilayah Tanjabtim tergolong rawan mengalami kebakaran hutan dan lahan.
"Hal ini disebabkan lahan gambut di wilayah ini telah mengalami kanalisasi yang mempengaruhi muka air gambut dan sangat rawan kering di musim kemarau," kata Direktur KKI Warsi, Rudi Syaf.
Untuk itulah menurutnya sangat penting adanya upaya-upaya dalam mengendalikan dan mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan di sana.
Untuk itulah KKI Warsi dan Pemerintah Kabupaten Tanjabtim telah menandatangani Nota Kesepahaman tentang pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan dan pengelolaan gambut berkelanjutan dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Penandatanganan ini dilaksanakan setelah sidang paripurna istimewa ulang tahun Kabupaten Tanjungjabung Timur yang ke-22 pada 21 Oktober lalu.
Nota Kerja sama ini akan menjadi dasar upaya tindak lanjut dari pendampingan masyarakat yang dilakukan oleh KKI Warsi di Kabupaten Tanjungjabung Timur yang menjadi sumber karbon dunia.
Rudi Syaf menyebutkan nota kesepahaman ini sebagai bentuk berkomitmen terhadap upaya kolaborasi yang dilakukan KKI Warsi bersama Pemerintah Kabupaten Tanjungjabung Timur.
"Nota Kesepahaman ini juga dilakukan sebagai upaya tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Tanjabtim serta pihak swasta yang mengelola kawasan, terutama lahan gambut di kabupaten itu," kata Rudi.
Nota kesepahaman ini memuat tiga upaya yang dilakukan KKI Warsi bersama Pemkab Tanjungjabung Timur, diantaranya pemberdayaan masyarakat desa sekitar kawasan hutan, pengelolaan gambut berkelanjutan dan pencegahan serta pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Kepala Bidang PSDA Setda Tanjab Timur, Awaluddin mengatakan bahwa nota kesepahaman ini diperlukan sebagai dasar untuk melakukan kerja sama yang lebih teknis untuk masa yang akan datang.
"Hal ini dilakukan demi memperkuat kerja sama para pihak, baik itu dari lembaga swadaya atau NGO ataupun pihak-pihak lain yang berkegiatan di wilayah Kabupaten Tanjabtim " kata Awaluddin.
KKI Warsi telah melakukan pendampingan pada masyarakat desa sekitar hutan yang berada di Kabupaten Tanjabtim terutama bagi masyarakat yang memiliki persetujuan Perhutanan Sosial dan berada di sekitar lanskap Hutan Lindung Gambut (HLG) Londerang dan HLG Sungai Buluh.
Pendampingan yang dilakukan terfokus pada pengembangan ekonomi alternatif, pengelolaan gambut secara berkelanjutan serta upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang biasanya terjadi pada kawasan gambut.
"Untuk mendukung pengelolaan gambut, maka langkah utama adalah pelibatan masyarakat mengelola kawasan dan Warsi sebagai pendamping masyarakat yang berada di sekitar hutan lindung gambut yang ada di Tanjabtim untuk terlibat mengelola kawasan dengan skema perhutanan sosial," kata Awaluddin.
Pada lanskap Hutan Lindung Gambut Sungai Buluh di Kecamatan Mendahara Ulu, terdapat tiga persetujuan Perhutanan Sosial dari KLHK dengan skema Hutan Desa Hutan yaitu Pematang Rahim dengan luas 1.185 Ha, Hutan Desa Sinar Wajo dengan luas 5.500 Ha, dan Hutan Desa Sungai Beras dengan luas 2.200 Ha serta Hutan Desa Pandan Lagan yang saat ini masih dalam proses pengajuan seluas 212 ha dan selain itu ada juga hutan Desa Koto Kandis Dendang di HLG Londrang seluas 4.405 ha.
"Dengan adanya pengelolaan ini maka selanjutnya adalah bagaimana menjadikan perhutanan sosial ini bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat sekaligus membawa perbaikan ke dalam pengelolaan kawasan,” kata Awaluddin.
Kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah penguatan kelembagaan pengelolaan masyarakat, termasuk membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat pada kawasan hutan dan kini di setiap desa tersebut sudah ada kelompok pengelola hutan desa dan juga ada kelompok masyarakat peduli api.
"Kelompok ini lah yang menjadi garda depan pencegahan kebakaran hutan dan lahan di daerahnya masih-masing dan tentunya juga dengan berkolaborasi dengan pihak lain, seperti Manggala Agni, BPBD, dinas atau instansi terkait lainnya," kata Awaluddin.
Baca juga: Dua kebun raya mangrove Surabaya serap ribuan ton emisi karbon
Baca juga: Menjaga karbon lewat pengelolaan HLG Sungai Buluh
Penguatan Ekonomi
Penguatan ekonomi masyarakat gambut sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya melindungi gambut dan saat ini sudah berlangsung kegiatan pengembangan ekonomi berbasiskan potensi masyarakatnya.
"Seperti upaya untuk meningkatkan mutu pinang dan kopi liberika, sumber ekonomi utama masyarakat gambut," kata Direktur KKI Warsi Rudi Syaf.
Selain itu juga mendorong masyarakat melakukan pengolahan bahan makanan dari bahan yang ada di sekitar mereka. Produk produk yang dikembangkan juga tidak lepas dari potensi yang ada pada desa masing-masing.
"Misalnya saja dodol buah nipah, tanaman nipah merupakan tanaman endemik yang biasanya hidup di tepi laut, namun juga banyak tumbuh di sepanjang sungai lahan gambut, namun keberadaannya tidak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar," katanya.
Tanaman nipah yang juga memiliki akar serabut panjang dan bisa mencapai belasan meter dan memiliki buah yang yang isinya seperti daging kelapa. Pemanfaatan buah nipah yang biasanya terbuang dan tidak terpakai, dapat meningkatkan ekonomi masyarakat karena bahan baku yang tersedia di alam cukup melimpah.
Hal tersebut membuat adanya alternatif ekonomi baru yang didapat masyarakat dengan memanfaatkan bahan baku yang berada di sekitarnya.
Selain tanaman nipah, di Kabupaten Tanjabtim merupakan salah satu kabupaten yang memiliki produksi pinang terbanyak di provinsi jambi, namun pemanfaatan tanaman pinang sebenarnya tidak hanya ada pada buahnya saja namun pada daun/pelepah pinang.
Pelepah tersebut dapat dikembangkan menjadi produk piring yang ramah lingkungan. Piring pelepah pinang sudah mulai dikembangkan oleh masyarakat yang berada di Desa Sungai Beras dan Sinar Wajo oleh KUPS Mitra Madani dan KUPS Lojo’ Kleppaa.
Piring pelepah pinang ini dikembangkan bersama Universitas Jambi dan pemasarannya dibantu oleh Rumah Jambee. Pengembangan piring pelepah pinang ini dapat menjadi jawaban terhadap plastik sekali pakai yang biasanya digunakan oleh masyarakat luas, sehingga memiliki potensi pasar yang luas.
Selain juga ada upaya pengembangan kopi dengan varian liberika juga dilakukan pada masyarakat Desa Sungai Beras dengan produk kopi liberika serta keripik pisang dengan rasa kopi liberika.
Kopi dengan varian liberika merupakan kopi yang cocok ditanam pada kawasan ekosistem gambut.
Cita rasanya yang khas membuat kopi liberika dapat menjadi peluang yang baik terkait dengan peningkatan ekonomi masyarakat yang berada di lahan gambut serta perlindungan ekosistem gambut.
Banyak produk–produk yang dihasilkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan gambut.
Pengembangan produk tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa kesejahteraan bagi masyarakat dapat tercapai, sehingga perlindungan lahan gambut yang dilakukan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat.
Dengan adanya nota kesepahaman ini, langkah-langkah pemberdayaan dan pengembangan ekonomi masyarakat pengelola gambut bisa ditingkatkan.
"Asumsinya perekonomian membaik maka tekanan terhadap hutan gambut juga bisa diminimalkan," kata Rudi Syaf.
Pendampingan dan pemberdayaan bidang ekomoni merupakan salah satu hal yang menjadi titik fokus untuk mendorong kesejahteraan bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan.
KKI Warsi mendorong adanya ekonomi alternatif untuk membantu masyarakat menjaga dan mengelola kawasan yang mereka miliki.
"Ada sekitar lima produk masyarakat yang telah KKI Warsi damping dengan memperhatikan potensi yang ada pada Kawasan hutan desa, yaitu piring pelepah pinang, dodol buah nipah, kopi liberika, keripik pisang rasa kopi liberika, serta nanas kering,” katanya.
Baca juga: Hutan Papua, konservasi, dan perdagangan karbon
Baca juga: REDD+: Bersama mitra bisa jalan lebih jauh
Kebakaran Hutan
Kawasan gambut yang merupakan rawa rawa yang berisi bahan organik menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Hal tersebut membuat pentingnya mengelola ekosistem gambut dengan cara yang baik dan berorientasi lingkungan sehingga cadangan karbon tersebut tidak lepas ke udara.
Kebakaran hutan dan lahan yang biasanya terjadi di kawasan gambut juga terus mengintai jika cuaca panas dan tidak turun hutan.
Rudi berpendapat bahwa perlu pelibatan masyarakat secara mendalam agar bisa mencegah serta mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di kawasan gambut, yang paling penting dilakukan adalah dengan mengaktifkan Masyarakat Peduli Api (MPA) di masing masing desa.
"Kita sudah mendorong pembuatan kelompok MPA di beberapa desa, kelompok ini terbukti mampu menjadi garda terdepan dalam upaya-upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan gambut," tambah Rudi lagi.
Sementara itu permasalahan lain pada lahan gambut adalah dengan adanya kanal kanal yang sejak lama ada di kawasan gambut membuatnya menjadi kering dan rentan terbakar. Sehingga perlu upaya agar menjaga gambut untuk tetap basah.
KKI Warsi turut membantu dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan pada ekosistem gambut. Dengan kanal ini turut serta mempengaruhi hutan dan lahan gambut, termasuk kawasan Hutan Lindung Gambut.
Akibatnya setiap musim kemarau ancaman terjadinya kebakaran gambut tetap tinggi. Untuk mencegah kebakaran gambut, KKI Warsi mendorong masyarakat untuk mendapatkan hak kelola hutan melalui skema perhutanan sosial.
Dengan izin yang dikeluarkan oleh kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, masyarakat memiliki legalitas untuk mengamankan kawasan hutannya.
Upaya lain yang dilakukan masyarakat adalah dengan membuat sekat kanal di kawasan kelola mereka. Sekat kanal ini terbukti mampu mempertahankan muka air gambut dan mencegah gambut dari kebakaran.
"Menjaga lahan gambut agar tetap basah itu bukan hanya mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan, namun juga dapat mencegah degradasi terhadap lahan gambut," kata Rudi.
Nota Kesepahaman yang dilakukan KKI Warsi bersama Pemda Tanjungjabung Timur menjadi penting untuk mensinkronkan upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat dengan upaya yang dilakukan oleh pemerintah serta pihak lainnya.
Ke depan, nota kesepahaman ini akan acuan perencanaan kegiatan yang akan mendukung pemberdayaan masyarakat desa sekitar Kawasan hutan dalam pengelolaan gambut berkelanjutan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan," kata Rudi Syaf.
Upaya mitigasi yang dilakukan baik dalam hal peningkatan pemahaman masyarakat terkait dengan pengelolaan ekosistem gambut secara berkelanjutan serta pembangunan fasilitas yang dapat menunjang masyarakat untuk menjaga hutan gambutnya menjadi kunci terhadap pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Maka dari itu diperlukan kolaborasi serta kerja bersama dari semua pihak agar upaya perlindungan dan pengelolaan gambut secara berkelanjutan yang dilakukan oleh masyarakat dapat terus didukung.
Baca juga: KLHK mantapkan Pedoman "net sink" karbon sektor hutan dan lahan 2030
Baca juga: Peneliti: Perdagangan karbon dapat bersinergi dengan pemanfaatan hutan