Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan penegak hukum dapat memanfaatkan perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura dalam mengejar obligor maupun debitur yang mengalihkan aset jaminan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Perjanjian ekstradisi yang ditandatangani Yasonna Laoly dan Menteri Dalam Negeri serta Menteri Hukum Singapura K. Shanmugam di Bintan, Kepulauan Riau, adalah awal dari babak baru penegakan hukum Indonesia.
Baca juga: Kapolri: Satgas BLBI sita Rp5,9 triliun aset obligor
Dalam perkembangannya, pemerintah Indonesia berupaya memulihkan kerugian negara akibat BLBI dengan melakukan eksekusi aset yang menjadi jaminan. Namun, proses eksekusi tersebut mengalami hambatan karena banyaknya aset yang telah mengalami peralihan kepemilikan.
Oleh karena itu, masa retroaktif perjanjian ekstradisi selama 18 tahun tersebut dapat memfasilitasi kebutuhan untuk menjerat para pelaku, kata Yasonna yang juga Pengarah Satgas BLBI.
Baca juga: Satgas BLBI sita aset barang jaminan obligor Santoso Sumali
Baca juga: Kemenkeu benarkan satu pegawai DJKN palsukan surat aset jaminan BLBI
"Pemerintah tentunya memiliki berbagai pertimbangan dan telah melakukan inventarisasi kepentingan dalam melakukan negosiasi untuk mengubah masa retroaktif menjadi 18 tahun," kata Yasonna.
Terakhir, kata dia, semangat dari perjanjian ekstradisi dilatarbelakangi fakta bahwa Singapura merupakan negara yang cukup selektif dalam membentuk perjanjian bilateral terkait ekstradisi.
Walaupun Indonesia dan Singapura sama-sama merupakan anggota dari beberapa konvensi internasional, selama ini ekstradisi belum dapat dilakukan karena syarat utama ekstradisi dalam hukum nasional Singapura harus ada perjanjian bilateral.