Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden menyatakan sambutan hangat Presiden Amerika Serikat Joe Biden kepada Presiden Joko Widodo membuktikan kepercayaan AS kepada RI, sekaligus membantah spekulasi sikap AS yang disebut menjadi tidak hangat setelah Indonesia mengundang Rusia ke KTT G20.
Tenaga Ahli Utama KSP Siti Ruhaini Dzuhayatin dalam keterangan tertulis KSP di Jakarta, Sabtu, menyebutkan gestur hangat Biden kepada Jokowi selama KTT ASEAN-AS di Washington DC, Jumat (13/5), membantah spekulasi yang beredar bahwa Presiden Jokowi tidak disambut hangat di AS karena Indonesia mengundang Rusia untuk menghadiri KTT G20 di Indonesia pada 2022.
KSP menyebut Presiden Biden menyambut hangat kehadiran Presiden Jokowi dalam rangkaian KTT Khusus ASEAN-AS, terutama saat jamuan santap malam di Gedung Putih Washington DC. Bahkan, kata KSP, Presiden Joko Widodo mendapatkan kehormatan untuk membalas toast Presiden Biden.
“Sikap bersahabat Joe Biden tetap tampak seperti saat menjabat sebagai Wakil Presiden pada masa pemerintahan Presiden Barrack Obama. Joe Biden memang memiliki hubungan personal yang sangat baik dengan Presiden Jokowi, terutama pada saat melakukan kunjungan kenegaraan 2015," kata Ruhaini.
Ruhaini menilai kehangatan sambutan Presiden Biden kepada Presiden Jokowi sangat penting bagi Indonesia, baik secara bilateral, regional, dan multilateral.
Secara bilateral, kata dia, AS telah menunjukkan kepercayaan terhadap keterbukaan dan potensi investasi AS di Indonesia, ataupun pintu bagi ekspor RI berbentuk komoditas jadi seperti baterai mobil listrik dan komoditas hilir lainnya.
“Ini dibuktikan dengan keterbukaan AS terhadap inisiatif Indonesia bertemu dengan para CEO besar di AS,” katanya.
Menurut Ruhaini, secara regional, kehangatan sambutan Biden menunjukkan kepercayaan pada Indonesia sebagai koordinator kemitraan ASEAN-AS. Terlebih, kata dia, rangkaian pertemuan KTT Khusus ASEAN-AS baru pertama kali ini dilakukan di Gedung Putih dan di Washington DC sejak 45 tahun silam.
"Presiden Barrack Obama pernah mengundang KTT Khusus ASEAN-AS tahun 2016. Akan tetapi pertemuan digelar di Sunnyland, California, bukan di Gedung Putih dan di Washington DC. Tentu ini bentuk penghargaan dan juga kehormatan bagi Indonesia,” kata Ruhaini.
Selain itu, kata Ruhaini, AS juga melihat Indonesia sebagai negara middle power yang sangat konsisten dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif dalam menyikapi hubungan ASEAN dengan negara-negara besar, terutama terhadap Amerika Serikat dan China.
Dalam kaitan hubungan multilateral, Ruhaini menyatakan Indonesia yang menjadi Presiden G20 dipandang berpeluang menjalankan peran strategis untuk menghentikan konflik bersenjata antara Rusia dengan Ukraina.
Indonesia, kata dia, juga dinilai bisa mendorong penyelesaian konflik melalui perundingan karena memiliki hubungan baik dengan Rusia dan Ukraina.
"Tentu Indonesia siap menjadi bagian itu (perundingan Rusia-Ukraina)," katanya.