Jakarta (ANTARA) - Selama dua tahun lebih masyarakat Indonesia akrab dengan istilah pandemi, transisi endemi, dan endemi COVID-19. Fluktuasi laju kasus menuntut pemerintah perlu berhati-hati dalam memutuskan posisi Indonesia di antara keadaan tersebut.
WHO mensyaratkan cakupan vaksinasi yang tinggi di seluruh negara jika status pandemi ingin dicabut.
Tedros menantang para pemimpin dunia untuk memvaksinasi minimal 70 persen dari total populasi mereka hingga pertengahan 2022 agar daya tahan tubuh masyarakat lebih kuat menghadapi risiko penularan COVID-19.
Sejak Selasa (17/5), Indonesia mulai beranjak ke fase baru pandemi yang disebut sebagai transisi endemi. Artinya, keluar dari situasi kedaruratan di mana seluruh indikator yang berkaitan dengan penularan SARS-CoV-2 telah sepenuhnya terkendali.
Fase baru itu ditandai keputusan Presiden Joko Widodo yang melonggarkan pemakaian masker di ruang terbuka, sepulang dari lawatan kerjanya ke Amerika Serikat menjumpai Presiden Joe Biden dan CEO Tesla Inc, sekaligus pendiri Space X, Elon Musk pada 14-16 Mei 2022.
"Pemerintah memutuskan untuk melonggarkan kebijakan pemakaian masker. Jika masyarakat sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka yang tidak padat orang, maka diperbolehkan untuk tidak menggunakan masker," kata Jokowi pada Kamis (19/5).
Namun untuk kegiatan di ruangan tertutup dan transportasi publik, tetap harus menggunakan masker.
Bagi masyarakat yang masuk kategori rentan, lansia atau memiliki komorbid serta bergejala sakit, disarankan untuk menggunakan masker saat beraktivitas, kata Jokowi menambahkan.
Hampir tiga pekan berselang, Ketua Satgas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menyampaikan pernyataan bahwa Indonesia justru telah sampai di fase endemi.
Baca juga: Kemenkes deteksi empat kasus BA.4 dan BA.5 di Bali
Hal itu terlihat dari sejumlah indikator yang menunjukkan angka kasus harian COVID-19 di Tanah Air sedang dalam kondisi sangat baik jika dilihat dari indikator positivity rate, angka keterisian tempat tidur perawatan pasien COVID-19, transmisi populasi hingga laju kematian.
Namun dokter spesialis penyakit dalam subspesialis hematologi-onkologi (kanker) itu tetap mengingatkan masyarakat bahwa COVID-19 akan tetap ada dalam jangka waktu panjang di tengah masyarakat, sehingga kenaikan kasus masih memungkinkan terjadi.
Lalu pertanyaannya, sudah sampai di tahap manakah sebenarnya Indonesia sekarang?.
Kembali naik
Kasus harian COVID-19 di Indonesia yang semula berkisar 170 kasus, kembali naik menyentuh angka 558 kasus dalam sebulan setelah agenda cuti bersama Lebaran 2022 dan diikuti dengan temuan empat kasus subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Provinsi Bali pada 9 Juni 2022.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohamad Syahril menyebut ada kesamaan pola peningkatan kasus dalam momentum yang sama dua tahun terakhir. Jika kurun 2021 ditandai dominasi varian Delta, maka pada 2022 didominasi Omicron.
Laporan dari Global Initiative on Sharing ALL Influenza Data (GISAID) terdapat laporan 6.903 sekuens subvarian BA.4 dari 58 negara. Sebanyak lima negara dengan sekuensing terbanyak, yakni Afrika Selatan, Amerika Serikat, Inggris, Denmark, dan Israel.
Sementara subvarian BA.5 sebanyak 8.687 sekuens dari 63 negara. Sebanyak lima negara dengan terbanyak adalah Amerika Serikat, Portugal, Jerman, Inggris, dan Afrika Selatan.
Dari laporan itu disampaikan bahwa transmisi BA.4 maupun BA.5 memiliki kemungkinan menyebar lebih cepat dibandingkan dengan Omicron sebelumnya. Tapi tidak ada indikasi kesakitan lebih parah.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin usai menghadiri Kick Off Integrasi Layanan Primer di Jakarta, Jumat (10/6), memastikan indikator positivity rate dan transmisi komunitas COVID-19 di Indonesia masih pada taraf aman.
Baca juga: Menko Luhut: Tunggu dua bulan ubah status COVID-19 jadi endemi
Positivity rate atau proporsi orang positif COVID-19 dari keseluruhan penduduk yang dites di Indonesia berada di level 1,15 persen dari standar WHO maksimal lima persen. Angka tertinggi berada di DKI Jakarta sekitar tiga persen.
Untuk indikator transmisi komunitas atau tingkat sebaran penularan SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 di Indonesia berkisar satu per 100.000 penduduk, dari ketetapan level satu standar WHO sebesar 20 per kasus per pekan untuk 100.000 penduduk dan belum ada tren kenaikan angka kematian maupun perawatan pasien di rumah sakit.
Sementara untuk laju vaksinasi COVID-19 hingga saat ini menembus 416 juta dosis yang telah disuntikkan dan lebih dari 62 persen populasi di Indonesia telah menerima vaksinasi dosis lengkap.
Program vaksinasi di Indonesia yang menyasar 208 juta jiwa lebih penduduk masih menyisakan pekerjaan rumah, sebab suntikan "booster" atau dosis penguat masih relatif rendah. Saat ini baru lima di antara 34 provinsi mencapai cakupan 30 persen vaksinasi penguat.
Provinsi yang dimaksud di antaranya Bali menempati posisi tertinggi mencapai 62,44 persen dari populasi, DKI Jakarta 49,88 persen, Kepulauan Riau 43,75 persen, Yogyakarta 36,43 persen, dan Jawa Barat 34,55 persen.
Artinya, tantangan WHO untuk memvaksinasi 70 persen populasi di Indonesia belum terpenuhi dan tepat jika situasi di Tanah Air diklasifikasikan sebagai pandemi yang terkendali.
Kado kemerdekaan
Pemerintah sebenarnya sedang mempersiapkan kado istimewa di peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia melalui upaya keras pengendalian pandemi COVID-19 di masa transisi ini.
Seumpama dalam dua bulan ke depan masih mampu mempertahankan situasi dengan baik, bukan tak mungkin endemi jadi hadiah istimewa di tanggal 17 Agustus 2022.
Baca juga: Menkes: Sero survei antibodi tahap ketiga bergulir Juni-Juli 2022
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan setiap negara berhak untuk mengumumkan status endemi. Tapi, untuk benar-benar keluar dari situasi pandemi di dunia, maka perlu pencabutan status tersebut oleh WHO.
Pernyataan pandemi disampaikan Dirjen WHO pada 11 Maret 2020. Kalau nanti pandemi selesai, maka pernyataannya juga akan disampaikan oleh WHO kalau kondisi sudah memungkinkan.
Memasuki Juni 2022, angka kasus di Indonesia selalu di bawah standar situasi aman berdasarkan panduan WHO dan dapat dinyatakan sangat baik jika dibandingkan dengan di Amerika Serikat (AS) yang telah menyatakan endemi lebih dulu, tapi kasusnya masih 70.000-an per hari.
Kementerian Kesehatan RI bersama para peneliti dari FKUI sedang melaksanakan sero survei ketiga pada Juni-Juli 2022 untuk mengukur tingkat kekebalan tubuh masyarakat Indonesia berdasarkan vaksin program pemerintah maupun imunitas alami yang diperoleh dari infeksi.
Hasil sero survei itu akan menjadi masukan berbasis data ilmiah untuk Presiden RI dalam menentukan sikap bangsa terhadap situasi pandemi.
"Semoga pada Agustus 2022, Presiden bisa ambil kebijakan berkaitan dengan Kemerdekaan Indonesia," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin.
Survei terbesar kedua di dunia setelah India itu, dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi dan data dari responden yang meliputi estimasi prevalensi COVID-19 dengan tingkat populasi menurut usia, jenis kelamin hingga karakteristik tempat tinggal.
Dengan begitu, akan menentukan proporsi kasus COVID-19 bergejala dan tanpa gejala, serta mengetahui faktor yang berhubungan dengan infeksi COVID-19 di Indonesia.
Hasil sero survei pertama pada November-Desember 2021 menunjukkan 86,6 persen penduduk Indonesia sudah memiliki antibodi terhadap SARS-CoV-2. Pada tahap kedua April 2022, antibodi masyarakat meningkat menjadi 99,2 persen. Titer antibodi masyarakat yang tinggi dapat mengurangi risiko dampak negatif yang ditimbulkan dari penularan COVID-19.
Untuk itu, mari kita ambil bagian dalam mengemas kado istimewa endemi dengan menyegerakan vaksinasi penguat serta tetap patuh pada protokol kesehatan yang disarankan para pakar ilmu kesehatan.
Baca juga: Kenaikan kasus COVID-19 masih taraf aman
Baca juga: Satgas IDI yakin Indonesia sudah di fase endemi COVID-19
Baca juga: Satgas IDI: COVID-19 tidak akan hilang sepenuhnya