Jambi (ANTARA) - Penerimaan pajak neto di Provinsi Jambi sampai dengan posisi April 2025 sebesar Rp1,06 triliun atau terkontraksi 36,75 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2024, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan restitusi yang signifikan.
"Sedangkan penerimaan bruto tumbuh 5,93 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya," kata Plt Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Jambi, Ahmar Rudi di Jambi Selasa.
Penerimaan pajak neto didorong sektor perdagangan besar dan eceran yang menjadi sektor penyumbang penerimaan terbesar di Provinsi Jambi.
Dari sisi perpajakan internasional sejak Januari hingga April 2025, realisasi Bea Masuk (BM) sebesar Rp2,42 miliar atau 25,31 persen dari target, dan Bea Keluar (BK) terealisasi sebesar Rp149,50 miliar atau sebesar 129,04 persen dari target.
Secara total, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai pada Regional Jambi telah mencapai 121,23 persen dari target Rp125,43 miliar. Peningkatan penerimaan ini disebabkan ekspor komoditi sawit dan produk turunannya yang menyesuaikan harga pasar sawit global.
Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp305,19 miliar atau sebesar 50,42 persen dari target. Sedangkan pada April lalu realisasi PNBP Lainnya tercatat sebesar Rp28,68 Miliar dimana capaian April 2025 cukup baik, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama dengan 2022 dan 2023.
Ahmad juga mengatakan untuk realisasi tertinggi terdapat pada Pendapatan Jasa Kepelabuhan sebesar Rp1,70 miliar, Pendapatan Penerbitan STNK Rp2,26 miliar dan Pendapatan BPKB Rp2,26 miliar.
Capaian PNBP BLU pada April 2025 sebesar Rp29,85 miliar. Meskipun lebih rendah dibanding 2024, realisasi ini masih di atas rata-rata capaian April dalam 5 tahun terakhir.
"Dominasi terbesar disumbang oleh Pendapatan Jasa Pelayanan Pendidikan Rp16,90 miliar oleh satker UNJA, UIN STS Jambi, dan Poltekkes Jambi serta Pendapatan Jasa Pelayanan Rumah Sakit Rp10,74 miliar oleh satker Rumkit Bratanata dan Rumkit Bhayangkara," katanya.
Untuk capaian realisasi penerimaan didukung oleh pelaksanaan belanja regional. Realisasi belanja negara sampai April 2025 mencapai Rp5.482,70 miliar dengan realisasi Belanja Pemerintah Pusat (K/L Regional) mencapai Rp1.445,98 miliar atau mencapai 22,71 persen dari target.
Dibandingkan tahun lalu, komponen belanja mengalami kontraksi sebesar Rp1.055,54 miliar atau sebesar 16,14 persen dan kontraksi belanja terbesar terjadi pada belanja modal, yaitu sebesar Rp477,46 miliar (96,59 persen) jika dibandingkan 2024, terutama terjadi pada satker-satker PUPR.
"Hal ini terjadi karena beberapa satker masih dalam proses persiapan lelang dan pengajuan RUP tender di pusat dan beberapa K/L juga membatalkan beberapa kontrak belanja modal karena adanya kebijakan efisiensi terutama belanja untuk infrastruktur, jasa konsultan, serta peralatan dan mesin sehingga kontraksi belanja juga terjadi pada komponen belanja barang sebesar Rp555,63 miliar atau 58,68 persen," kata Ahmar Rudi.
Hal ini terjadi karena telah selesainya agenda pemilu/pilkada yang mendominasi belanja barang tahun lalu. Perlambatan realisasi juga dikarenakan adanya kebijakan efisiensi dan blokir perjadin sebesar 50 persen pagu, serta blokir efisiensi pagu 526 (belanja untuk diserahkan kepada masyarakat) pada beberapa KL.
Sedangkan, komponen belanja pegawai naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp37,49 M atau 3,81 persen karena adanya penambahan jumlah pegawai di beberapa KL termasuk KL baru serta penyaluran THR. Realisasi belanja bantuan sosial juga mengalami kenaikan sebesar Rp1,60 M atau 11,63 persen berupa pencairan KIP Kuliah di UIN STS Jambi.